Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanimbar, Negeri Seribu Ubi

Kompas.com - 07/03/2015, 15:44 WIB

KOMPAS.com
- Rasa waswas menyeberangi Selat Larat yang memisahkan Pulau Yamdena dan Pulau Larat dengan ketinting luruh begitu mencium bau masakan yang meruap menyapa lapar. Di atas meja tersaji aneka ubi yang diletakkan berselang-seling dengan ikan bakar, sayur daun keladi, bunga pepaya, dan sup ikan.

Selat itu sebenarnya hanya sedalam 20 meter. Namun, jalur tersebut, sebagaimana jalur antara Pulau Larat dan pulau-pulau terluar lainnya, dipenuhi "ranjau" tali-temali, peranti budidaya rumput laut penduduk yang siap menjerat motor ketinting, perahu pipih panjang dengan satu penumpang di setiap dudukannya.

Pulau Yamdena dan Pulau Larat adalah bagian dari Kepulauan Tanimbar, Maluku Tenggara Barat (MTB), Maluku. Terletak di sebelah timur Pulau Timor, Kepulauan Tanimbar terdiri atas 85 pulau, dengan 28 di antaranya tak berpenghuni. Pulau Larat yang bertengger di Laut Aru, yang berbatasan langsung dengan Australia, adalah bagian dari pulau-pulau terluar Indonesia. Penghuninya sekitar 20.000 orang, mayoritas menggantungkan hidup dari hutan, perladangan, dan kelautan.

Sebagai pulau bertanah kapur yang terbentuk di atas karang, sebagian besar pulau-pulau di Tanimbar tak mudah ditanami palawija semacam padi dan jagung, tetapi subur bagi ubi, pisang, sukun, dan terkadang mangga bogor-konon bibitnya dibawa para misionaris dari Bogor, Jawa Barat.

Sepanjang lima jam berkendara dari pusat kota Saumlaki-ibu kota MTB yang terletak di Pulau Yamdena-menuju tempat penyeberangan ke Larat, tanaman jenis itu menyeruak di antara belukar dan kerindangan hutan sepanjang jalan.

Pulau Yamdena sebenarnya lumayan subur. Ada padi penghasil beras merah dan hitam. Meski demikian, "Nasi tidak pernah menjadi makanan pokok kami. Nasi hanya muncul saat perayaan, itu pun tak banyak," papar Romo Lambertus Somar MSC, yang banyak berkarya untuk kawasan Indonesia timur.

Nasi "menjajah" Kepulauan Tanimbar ketika pemerintah Orde Baru menyebarkan program "berasisasi". Beras, yang harganya tiga kali lipat daripada di Jawa, menjadi simbol status sosial dan memiskinkan warga. Padahal, ubi berlimpah dan daya kenyangnya lebih lama. Apa boleh buat. Perlu promosi ubi untuk menghadang dominasi beras, dengan mengungkap keunggulannya.

Nutrisi terbaik

Kawasan Tanimbar adalah hunian puluhan jenis ubi, khususnya ubi jalar, karena udaranya panas dan lembab dengan tanah gembur berpasir kering. International Potato Centre (IPC) di Peru mendefinisikan ubi jalar (Ipomoea batatas) sebagai sumber pangan yang baik di kawasan marjinal karena tidak perlu tanah subur dan perlakuan khusus.

Menurut Asosiasi Ahli Gizi Amerika Serikat, nutrisi ubi jalar terbaik dibandingkan dengan umbi-umbian lain karena mengandung karbohidrat kompleks. Inilah yang membuat orang merasa kenyang lebih lama karena energi tidak sekaligus dilepas. Ubi jalar juga banyak mengandung betakaroten yang berfungsi sebagai antioksidan anti kanker, berindeks glikemik rendah sehingga baik bagi penderita diabetes, berkadar prebiotik tinggi sehingga memperbaiki metabolisme pencernaan, dan berkadar lemak rendah sehingga tidak memicu kenaikan kolesterol.

Tidak mengherankan apabila ubi jalar menjadi salah satu sumber pangan utama di kawasan Sub-Sahara Afrika, pulau-pulau di Samudra Pasifik, dan sebagian Asia. Ubi juga punya nilai tinggi dalam budaya, termasuk di Indonesia timur, mulai dari pakan ternak sampai persembahan untuk pernikahan.

Ubi jalar ditemukan 5.000 tahun lalu di kawasan Amerika Latin. Usia tanamnya berkisar 3-5 bulan dan 8-10 bulan. Ada yang berdaun keriting, ada yang berwarna ungu, kuning, merah, dan putih seperti umbinya. IPC mengoleksi sekitar 8.000 varietas ubi jalar di dunia, 1.000 di antaranya masih liar.

Meski disebut sweet potato, ubi jalar tak termasuk keluarga kentang. Lagi pula, ubi ini sebenarnya adalah akar, bukan umbi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan serta Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Kementerian Pertanian telah meneliti dan mengembangkan berbagai varietas ubi jalar, di antaranya mendut, kalasan, prambanan, borobudur, layang-layang, rambo, lampeneng, dan cilembu.

Ancaman berulang

Idealnya, ubi jalar kembali menjadi sumber nutrisi utama di kawasan Indonesia timur. Begitu diungkapkan Dr Ir Purwono MS dari Departemen Agronomi dan Hortikultura Institut Pertanian Bogor. Namun, tampaknya jalan kembali itu tak mudah.

Rencana pemerintahan Presiden Joko Widodo mencetak sawah sebanyak-banyaknya atas nama swasembada beras bisa mengulang sejarah pemerataan makan nasi zaman Orde Baru. "Ini harus kita cegah dengan menyosialisasikan keunggulan ubi jalar ataupun sumber karbohidrat nonberas lainnya, selain mengajari masyarakat cara budidaya dan pengelolaan hasil panen secara benar," papar Purwono.

Ia merujuk kasus kelaparan di Yahukimo, Papua, akibat kebiasaan masyarakat membiarkan ubi siap panen terpendam di tanah sehingga membusuk ketika hujan datang. "Mereka perlu diajarkan memanen ubi dan menyimpannya di rumah, bukan di ladang," katanya.

Di Tiongkok, pemerintah menggalakkan ubi untuk mengurangi konsumsi gandum. Caranya antara lain dengan memodifikasinya sebagai bahan baku makanan populer seperti mi dan bakpao. Kreativitas seperti ini seharusnya dikembangkan di Indonesia melalui sosialisasi teknologi pangan yang mendukung program diversifikasi.

Menurut Purwono, ada jenis-jenis ubi jalar berkadar tepung tinggi yang cocok sebagai pengganti karbohidrat, seperti varietas cilimut, jaya, dan prambanan. "Kalau cilembu dan porto rico banyak mengandung betakaroten sehingga lebih cocok sebagai camilan," katanya.

Meski tidak seintensif tanaman jagung yang sering menjadi substitusi beras, ubi jalar berperan penting memenuhi kecukupan gizi, khususnya di kawasan Indonesia timur, sekaligus membangun kedaulatan pangan di tingkat lokal. Apalagi, menyantap ubi jalar dan umbi-umbian itu sangat cocok ditemani lauk ikan dan sayur daun keladi yang gurih lembut. Sungguh, kami merasa sangat sehat sepekan di Tanimbar, negeri 1.000 ubi....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com