Dalam kurun waktu singkat, status Kelud naik dari Awas menjadi Siaga. Dentuman erupsi disertai kilatan petir dan hujan abu memicu kepanikan. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menetapkan radius aman minimal 15 km dari kawah Kelud.
Erupsi Kelud saat itu eksplosif. Kedahsyatannya merobohkan struktur kubah lava yang terbentuk saat letusan efusif tahun 2007. Abu vulkaniknya menyebar hingga radius 500 kilometer dari lokasi gunung.
Letusan Kelud tahun lalu bisa dibilang melumpuhkan Jawa. Enam bandara, yaitu Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Malang, Semarang, dan Bandung, ditutup. Kerugian penutupan bandara di Surabaya saja mencapai Rp 2 miliar.
Sejumlah aktivitas terganggu, seperti pengiriman logistik. Area wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko juga ditutup. Petani apel malang merugi. Diperkirakan, total kerugian mencapai Rp 17,8 miliar.
Salah satu daerah yang terdampak parah erupsi Kelud adalah Desa Pang Lahar. Nama desa itu sendiri berarti belahan aliran lahar, menunjukkan betapa desa itu kerap terdampak letusan pada masa lalu.
Erupsi tahun lalu begitu membekas bagi warga. “Yang membuat sedih lihat rumah-rumah hancur. Terus waktu pulang, lalu (mau) neduh, di mana gitu. Bingung," ungkap Ponidi, salah satu warga Pang Lahar.
Dampak letusan tahun 2014 pada desa yang berada di Kecamatan Puncu itu memang parah. Semua bangunan rumah rusak. Dengan jarak desa yang hanya 5 km dari puncak gunung, kerusakan memang sulit dihindari.
Daerah lain yang juga terdampak erupsi Kelud adalah Desa Pandan Sari, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang. Sebagian rumah rusak. Erupsi juga memutus akses ke desa yang terdiri dari tujuh dusun itu. Evakuasi sempat terhambat.
Erupsi dahsyat Kelud kini telah setahun berlalu. Warga di sekitar Kelud kembali merajut hari baru. Begitu pula warga Jawa lain yang sempat merasakan hujan abu vulkanik. Namun, seiring hidup yang terus berlanjut, ada pelajaran yang bisa dipetik dari erupsi kelud.
Meski erupsi tahun lalu begitu hebat dan mengakibatkan kerugian material yang besar, korban jiwa ternyata sangat sedikit. Itu adalah buah dari pendidikan tanggap bencana yang secara intens dilakukan.
"Kami jauh-jauh hari sudah mengondisikan masyarakat untuk tanggap terhadap bencana," ungkap Chairul Huda, Kepala Pos Pemantau Gunung Kelud, saat ditemui beberapa waktu lalu.
"Artinya, mereka paham akan tatkala dinaikkan statusnya menjadi Waspada harus gimana, Siaga harus bagaimana, begitu Awas juga mereka sudah tahu mereka harus mengungsi," imbuhnya.
Gunung api boleh bergejolak. Namun, manusia yang bergantung pada gunung api karena memberi kesuburan tanah dan tempat tinggal juga harus mampu berdamai dan membaca gejolak alam. Jangan sampai gejolak alam memicu kematian. (Arien Prihayuti Purmarai/ Kompas TV)
Saksikan program "Di Balik Petaka", bertepatan 1 tahun erupsi Gunung Kelud, tanggal 13 Februari pukul 20.00 WIB. Hanya di Kompas TV.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.