Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tsunami "Menghantui" Tol Laut Jokowi, Harus Ada Mitigasi

Kompas.com - 24/12/2014, 09:49 WIB

KOMPAS.com — Tsunami "menghantui" tol laut Jokowi. Lokasi tempat pelabuhan pendukung tol laut yang akan dibangun rentan terdampak gelombang pasang mematikan itu. Mitigasi bencana harus direncanakan.

"Secara umum, hanya 8 dari 24 pelabuhan yang berada di zona relatif aman terhadap tsunami," kata Abdul Muhari, pakar tsunami dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

"Dua belas pelabuhan lain berada di kawasan rawan tsunami. Catatan sejarah kejadian tsunami di lokasi-lokasi tersebut mencapai 10-20 meter," imbuhnya kepada Kompas.com, Selasa (23/12/2014).

Program tol laut Jokowi direncanakan untuk melancarkan pengiriman logistik ke wilayah terpencil, mengikis ketimpangan harga.

Presiden Jokowi dan Menteri Koordinator Maritim Indroyono Soesilo menyatakan akan membangun 24 pelabuhan pendukung untuk program itu. Sejumlah pelabuhan direncanakan akan dibangun mulai di Belitung, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Nusa Tenggara, dan lainnya.

Banyak kalangan yang menyambut baik gagasan itu. Namun, kajian kebencanaannya hingga kini belum banyak terdengar.

Abdul mengungkapkan, untuk meminimalkan kerugian dari program tol laut akibat tsunami, mitigasi bencana perlu dilakukan.

Ia mengungkapkan, perlu kajian mengenai hubungan antara tsunami dan potensi kerusakan yang mungkin timbul pada prasarana pelabuhan dan kapal.

Menurut studinya pada 21.000 kapal yang rusak akibat tsunami Jepang tahun 2011 bersama Universitas Tohoku dan jaringan peneliti bencana untuk asuransi di Wills Research Network, Abdul menyatakan bahwa kerugian akibat tsunami nyata.

Riset yang dipublikasikan di Proceeding of International Session in Japan Society of Coastal Engineer volume 4 tahun 2013 itu menyebutkan, tsunami dengan ketinggian 1,9 meter dan kecepatan arus 2,1 meter per detik saja dapat menyebabkan 50 persen kapal rusak.

Jadi, bila tsunami dengan kekuatan di atas menghantam pelabuhan, separuh dari kapal yang ada di pelabuhan tertentu akan rusak.

Abdul Muhari/KKP Hubungan antara pameter tsunami dengan potensi kerusakan kapal di pelabuhan.

"Untuk itu, sangat penting untuk melakukan kajian detail karakteristik tsunami di kawasan
pelabuhan-pelabuhan yang akan dijadikan sebagai komponen dari tol laut," kata Abdul.

Selain kajian detail, diperlukan pula peta bahaya tsunami di kawasan dekat dan lepas pantai serta peta rencana evakuasi kapal berdasarkan karakteristik tsunami di daerah tersebut.

Di Jepang, selama ini ada prosedur bahwa ketika tsunami tiba, kapal dievakuasi ke tengah laut. Namun, pasca-gempa dan tsunami pada Maret 2011, hal itu dipertimbangkan lagi.

Pasalnya, evakuasi ke tengah laut juga memunculkan masalah. Kapal sulit kembali karena pelabuhan asal sudah hancur akibat tsunami, kru kelaparan, dan bahan bakar serta logistik terbatas sehingga tidak bisa berlabuh ke pelabuhan lain.

Fasilitas pelabuhan juga perlu dilindungi dengan asuransi. Kerusakan pelabuhan akibat tsunami tak terelakkan.

"Jika ada intervensi dari asuransi untuk melindungi aset-aset tersebut, proses pemulihan akan berjalan lebih cepat sehingga kerugian ekonomi yang berpotensi muncul dapat dikurangi," papar Abdul.

Sejalan dengan implementasi Undang-undang No 32 tahun 2014 tentang Kelautan dan menindaklanjuti hasil riset, Direktur Pesisir dan Laut KKP Eko Rudianto mengatakan, tahun 2015 KKP akan memprioritaskan penyusunan peraturan pemerintah mengenai bangunan laut yang akan mengakomodasi semua aspek, khususnya mitigasi bencana dalam perencanaan dan pembangunan struktur di laut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com