Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bakteri untuk Atasi Alergi

Kompas.com - 23/11/2014, 15:47 WIB


Oleh: Atika Walujani Moedjiono

KOMPAS.com - Alergi menjadi masalah dalam kehidupan modern. Di Inggris, satu dari tiga orang menderita alergi. Sedangkan di Amerika Serikat, alergi diderita oleh dua dari 10 orang. Di Indonesia, meski belum ada data resmi, kita saksikan makin banyak anak-anak, terutama di kota besar, menderita alergi baik terhadap makanan maupun terhadap debu rumah, tungau serta kerak kulit dan bulu hewan peliharaan.

Alergi adalah reaksi abnormal dari sistem imunitas tubuh terhadap zat yang sebenarnya tidak berbahaya di lingkungan. Zat penyebab alergi atau alergen yang paling umum adalah serbuk sari, tungau, debu rumah, jamur, lebah, kerak kulit dan bulu hewan peliharaan, seperti kucing serta anjing, bahan kimia yang digunakan di rumah tangga (sabun cuci, obat pel, pembersih kaca, dan sebagainya), makanan (susu, kacang-kacangan, telur, makanan laut).

Kasus alergi tidak terlalu banyak ditemui pada generasi kakek nenek kita. Berbagai teori diajukan mengenai penyebab meningkatnya kasus alergi. Teori terbaru menyatakan, alergi disebabkan oleh berkurangnya jumlah bakteri dan mikroorganisme yang ada di tubuh dan sekitar kita.

Dasar teori itu, pada tubuh manusia, dari kepala sampai ujung kaki, terdapat bakteri. Bakteri yang melapisi kulit, permukaan rongga mulut, dan memenuhi lambung kita tak hanya jauh lebih banyak dari jumlah sel tubuh kita, tapi juga berperan penting untuk melatih sistem imunitas atau kekebalan tubuh. Bisa dibilang, perbandingan bakteri dan sel tubuh kita adalah 10 banding 1.

Gaya hidup manusia modern menyebabkan jumlah bakteri di tubuh kita makin sedikit. Seiring dengan itu, tubuh makin tidak terlatih dan makin sensitif terhadap kehidupan di luar tubuh kita. Pada gilirannya, hal itu mengakibatkan timbulnya alergi.

Untuk melihat teori ini dalam kehidupan nyata, sebuah program BBC mengamati dua keluarga dengan anak yang menderita alergi.

Di salah satu keluarga ada Joe (8) yang menderita asma berat, demam akibat alergi rumput kering, kacang, bulu hewan peliharaan, dan tungau. Bocah laki-laki ini juga menderita eksim. Di keluarga lain ada Morgan (4) yang menderita eksim parah dan demam akibat alergi rumput kering. Ia juga alergi terhadap produk susu, kacang-kacangan, kedelai, buah kiwi, avokad, pisang, lateks, serta bulu kucing, anjing, dan kuda.

Kedua keluarga bersedia diambil contoh bakteri di kulit, saluran cerna, dan rumah mereka untuk mendapatkan petunjuk penyebab anak mereka menderita alergi.

Hasil pengamatan menunjukkan, kedua keluarga memiliki jumlah dan jenis bakteri jauh lebih sedikit di dalam dan di luar tubuhnya dibandingkan dengan suku yang hidup secara tradisional di negara berkembang. Pada kelompok pemburu dan pengumpul didapatkan tidak hanya jumlah dan jenis bakteri yang sangat beragam, tapi juga hanya satu di antara 1.500 orang yang menderita alergi.

Faktor penyebab

Kehidupan modern mengubah komposisi bakteri di tubuh kita dan meningkatkan kerentanan terhadap alergi. Faktor apa dalam kehidupan modern yang salah? Banyak hal yang bisa jadi biang keladi, salah satunya adalah cara kita membesarkan anak.

Hasil penelitian di Norwegia menunjukkan, 52 persen bayi yang lahir lewat operasi caesar cenderung menderita asma dibandingkan mereka yang lahir secara normal. Para ilmuwan meyakini, paparan bakteri pada bayi di jalan lahir bisa melindungi bayi dari alergi. Peningkatan bayi yang lahir lewat operasi caesar menyebabkan mereka makin rentan alergi.

Serangan pada bakteri terus berlanjut seiring pertumbuhan anak. ASI diketahui mengandung lebih dari 900 spesies bakteri. Hal ini menjelaskan mengapa bayi dengan ASI eksklusif jarang terkena alergi.

Di sisi lain, salah satu ancaman besar terhadap bakteri pelindung dari alergi adalah antibiotik. Obat itu sebenarnya untuk melindungi kita, namun obat tersebut sekaligus membunuh banyak bakteri ”baik” yang dibutuhkan tubuh kita.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com