Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Populasi Satwa Liar Menurun 52 Persen dalam 40 Tahun

Kompas.com - 01/10/2014, 17:39 WIB

KOMPAS.com - Populasi satwa liar menurun hingga 50 persen dalam 40 tahun terakhir seiring peningkatan populasi manusia yang mencapai dua kali lipat. Hal itu terungkap dalam hasil pada 3.000 spesies hewan bertulang belakang yang dirilis pada Selasa (30/9/2014).

Berdasarkan laporan bertajuk Living Planet Report yang dirilis World Wildlife Fund (WWF) itu, populasi hewan darat dan laut menurun sekitar 39 persen sementara populasi hewan air tawar menurun hingga 76 persen.

Menurut wilayah, penurunan populasi satwa liar paling besar ada di daerah tropis, sebesar 56 persen. Amerika Selatan adalah yang paling parah, rata-rata 83 persen. Sementara di wilayah iklim sedang, penurunan sebesar 36 persen.

Survei kali ini menunjukkan, penurunan populasi satwa liar lebih buruk dari diduga dalam laporan sama tahun 2012. Dalam laporan sebelumnya yang menyurvei 2.688 jenis satwa liar, disebutkan bahwa penurunan antara tahun 1970-2008 "hanya" 28 persen.

Penurunan populasi hewan liar yang secara rata-rata global sebesar 52 persen utamanya disebabkan oleh aktivitas manusia. Manusia menebang pohon lebih banyak dari menanam, menangkap ikan lebih banyak dari kemampuan menyetoknya kembali, dan menggunakan air dalam jumlah lebih besar daripada alam bisa mengembalikannya lewat hujan.

"Kita menggunakan hadiah alam seolah-olah kita punya lebih dari satu Bumi," kata Marco Lambertini, Direktur Jenderal WWF seperti dikutip AFP, Selasa.

Konsumsi sumber daya alam tinggi punya konsekuensi buruk. Lambertini mengatakan, "dengan mengambil sumber daya alam lebih banyak dari yang bisa dikembalikan, kita membahayakan masa depan kita sendiri."

Memang, seiring perkembangan teknologi, manusia punya inovasi untuk mendukung hidupnya. Misalnya, intensifikasi pertanian dan sistem irigasi yang bisa menghasilkan bahan pangan lebih besar.

Namun, pada saat yang sama, populasi mansuia juga meningkat dari hanya 3,7 miliar pada tahun 1970 menjadi hampir 7 miliar pada tahun 2010. Bom populasi itu mengurangi kapasitas alam (biokapasitas) untuk mendukung kebutuhan manusia.

Dengan populasi manusia yang terus meningkat, diproyeksikaan mencapai 9,6 miliar pada tahun 2050 dan 11 miliar pada tahun 2100, sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan manusia bakal semakin terbatas.

Dalam survei, WWF mengukur "jejak ekologi" setiap negara, didefinisikan sebagai jumlah permintaan per kapita akan sumber daya alam dibandingkan dengan kemampuan alam untuk mencukupinya.

Menurut survei, Kuwait punya jejak ekologi paling besar. Disusul kemudian oleh Qatar, Uni Emirat Arab, Denmark, Belgia, Trinidad, Tobago, Singapura, Bahrain, dan Swedia. Negara maju meninggalkan jejak emisi karbon besar sementara negara miskin dan berkembang pada perusakan alam.

Laporan menyatakan, kalau semua orang di dunia punya jejak ekologi sama dengan Qatar, maka manusia butuh 4,8 Bumi untuk memenuhi kebutuhannya. Sementara, bila kebutuhannya sama dengan Amerika Serikat, manusia butuh 3,9 Bumi.

Sementara ada beberapa pihak yang mengonsumsi sumber daya alam secara berlebih, ada 768 juta manusia di dunia yang masih kelaparan dan kesulitan mengakses air bersih. Melindungi alam berarti menjamin kebutuhan semua pihak terpenuhi.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com