Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tata Ruang Peduli Bencana Masih Wacana

Kompas.com - 17/06/2014, 22:12 WIB

KOMPAS.com - Banyaknya obyek vital, termasuk bandara, yang dibangun di lokasi rawan tsunami, membuktikan aspek pengurangan risiko bencana belum menjadi arus utama pembangunan. Dibutuhkan komitmen tinggi dari pemimpin di daerah terkait penataan ruang yang peduli risiko bencana.

”Di Aceh dan Pangandaran, bangunan baru didirikan di kawasan terlanda tsunami. Di Indonesia banyak faktor penyebab masalah tata ruang belum benar-benar menerapkan peta risiko bencana,” kata Kepala Pusat Informasi dan Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, di Jakarta, Senin (16/6/2014).

Sutopo menyampaikan itu menyikapi rencana pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta di Pantai Glagah, Kulonprogo yang dinilai rentan terdampak tsunami. Selain Bandara Yogyakarta itu, juga ada 16 bandara di Indonesia berpotensi terdampak tsunami (Kompas, 16/6).

Sekretaris Daerah Kabupaten Kulonprogo Astungkoro, seperti diberitakan Kantor Berita Antara, menyebutkan, ancaman tsunami tidak akan memengaruhi rencana pembangunan bandara internasional di wilayahnya. Dia mengatakan, risiko tsunami akan diperhitungkan dalam desain.

”Semua situasi bencana sudah diperhitungkan mulai dari api, banjir, angin, hingga tsunami. Kalau masalah tsunami membuat orang tidak berkembang akan menjadi daerah tertinggal,” katanya.

”Kami sebenarnya punya peta rawan tsunami, baik skala global maupun detail untuk beberapa wilayah. Ada juga Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang mengamanatkan pembangunan wilayah harus memperhatikan peta rawan bencana,” kata Sutopo.

Menurut dia, pengetahuan tentang tsunami dan antisipasinya sudah dipahami baik publik. Namun, belum jadi perilaku masyarakat ataupun pemerintah. ”Perlu komitmen sangat besar oleh pemerintah, pemda, masyarakat, dan dunia usaha untuk bersama-sama menjadikan PRB sebagai prioritas kehidupan kita,” kata dia.

Peta risiko

Dalam lokakarya kajian kegempaan yang diselenggarakan BNPB di Bandung, Senin, terungkap, hingga kini Indonesia belum memiliki metodologi yang ideal membuat peta risiko bencana berskala besar. Padahal, menurut Direktur Pengurangan Risiko Bencana (PRB) BNPB Lilik Kurniawan, peta risiko berskala besar dibutuhkan untuk penyusunan PRB sebagai acuan pemerintah daerah dalam menyusun anggaran kebencanaan.

Sesuai dengan UU Tata Ruang di Indonesia, dalam menyusun peta ancaman gempa bumi di kabupaten menggunakan peta dasar 1:50.000, sedangkan kota menggunakan peta dasar 1:25.000. Namun, menurut Lilik, untuk peta dasar 1:25.000 di Indonesia baru tersedia 16 persen.

Rekomendasi lokakarya, salah satunya akan dibuat kota percontohan yang mampu melaksanakan pengurangan risiko bencana berkelanjutan. (AIK/KOMPAS CETAK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com