Menurut Sancoyo, program ini berangkat dari begitu banyaknya tantangan perubahan iklim, kesehatan dan sanitasi, kematian bayi, persampahan kota dan sebagainya. Andai tak mendapat perhatian sejak dini, masalah-masalah tersebut sudah pasti mengancam kehidupan generasi mendatang.
Ihwal kesehatan misalnya. Merujuk pada Riset Kesehatan Departemen Kesehatan pada 2007 tercatat 31,4 persen kematian anak di bawah usia lima tahun (balita) dipicu oleh diare. Menurut hemat Sancoyo, hal kecil yang menjadi penyebab penyakit semacam itu makin merebak adalah belum terbiasanya kebanyakan khalayak mencuci tangan memakai sabun.
Bank sampah
Sementara itu, Jakarta menjadi salah satu kota yang hingga kini masih berkutat dengan masalah persampahan. Data termutakhir dari Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) DKI Jakarta menunjukkan setiap harinya, ibu kota negara Republik Indonesia ini menghasilkan 6.500 ton sampah. Dari jumlah itu, 53 persen adalah sampah rumah tangga dan 47 persen sampah industri.
Padahal, seperti pengalaman Prakoso, salah satu penggiat bank sampah asal kawasan Malaka Sari, Jakarta Timur, pengelolaan sampah sejak dari rumah tangga justru bisa menghasilkan uang. Pergulatan Prakoso dengan sampah sejak 2007 menunjukkan rerata dalam setahun, pihaknya mampu mengelola sampah hingga 39 ton. "Nilai sampah sebanyak itu bisa mencapai Rp 60 juta," tutur pria berkacamata dalam kesempatan peluncuran SLC tersebut.
Hal yang sama juga menjadi pengalaman Dokter Gamal Albinsaid. Alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang itu kini bangga menjadi CEO Indonesia Media Malang. Usaha yang menjadi rintisan bersama empat sahabatnya tersebut, sampai sekarang sohor dikenal dengan nama Klinik Asuransi Sampah.
Sampai sekarang, klinik itu sudah memunyai 700 anggota. Seluruh anggota berasal dari masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah semisal pengayuh becak hingga pekerja rumah tangga. Mereka membayar iuran asuransi berupa sampah seharga Rp 10.000. Dari dana sampah tersebut, anggota bisa mendapat pengobatan gratis di klinik tersebut. "Kami sekarang fokuskan satu klinik di Malang," tutur peraih penghargaan Sustainable Living Young Enterpreneurs untuk kategori pemuda dari Kerajaan Inggris pada 31 Januari 2014 silam.
Dokter Gamal mengatakan, sejauh ini pihaknya juga sudah bekerja sama membantu para peternak susu dan keluarganya di Bandung. Kerja sama dan pembinaan juga sudah berlangsung di Yogyakarta.
Terkait dengan kegiatan SLC tersebut, kata Head of Corporate Communications PT Unilever Indonesia Tbk Maria Dewantini Dwianto dalam kesempatan tersebut, pada akhir kampanye, pihaknya akan menyediakan dana pembinaan bagi para keluarga pionir untuk membangun komunitas-komunitas baru bank sampah. Dengan penambahan komunitas baru tersebut, perusahaan yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode UNVR itu bakal membina lebih dari 712 komunitas bank sampah. Sejak 2013, komunitas bank sampah merupakan program UNVR bertajuk Green and Clean.
Melalui komunitas-komunitas bank sampah tersebut, sudah bisa terserap 1.200 ton sampah anorganik. Lalu, komunitas-komunitas tersebut berhasil menjaring 36.000 rumah tangga sebagai nasabah bank sampah.
Catatan menunjukkan pada 2011, Unilever meluncurkan Unilever Sustainable Living Plan (USLP) sebagai strategi global menumbuhkan bisnis dua kali lipat sekaligus menekan dampak negatif yang ditimbulkan dari bisnisnya terhadap lingkungan. USLP pun berperan meningkatkan manfaat yang diciptakan untuk masyarakat. Ada tiga sasaran USLP yakni meningkatkan kesehatan dan keafiatan masyarakat, menurunkan dampak terhadap lingkungan, serta meningkatkan penghidupan masyarakat di sepanjang rantai nilai Unilever.
Pada bagian berikutnya, SLC adalah bentuk konkret tindak lanjut Project Sunlight (PS) yang dihelat sejak 20 November 2013. PS sejatinya adalah pengejawantahan atau perwujudan USLP.