Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Tahun Berjalan, Pelaksanaan Moratorium Hutan Belum Optimal

Kompas.com - 22/05/2014, 19:36 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com - Pelaksanaan moratorium hutan belum menjadi prioritas. Di beberapa wilayah, izin pembukaan hutan masih terjadi, bahkan meningkat.

Hal itu terungkap dalam diskusi yang digelar konferensi pers "3 Tahun Moratorium Izin Kehutanan" yang digelar Koalisi Hutan dan Iklim, Rabu (21/5/2014).

Azmi Sirajuddin dari Yayasan Merah Puti Palu, Sulawesi Tengah, mengatakan bahwa target-target ekonomi masih menjadi prioritas utama dibandingkan konservasi.

"Kebijakan MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia) lebih mendapat tempat bagi para bupati dibandingkan dengan kebijakan moratorium," katanya.

Izin tambang di Sulawesi Tengah malah bertambah ketika moratorium diberlakukan, dari 279 pada tahun 2009 seluas 900.000 hektar menjadi 443 pada tahun 2014 seluas 1,3 juta hektar.

Azmi menuturkan, salah satu sebab banyaknya perizinan adalah Sulawesi Tengah yang dalam MP3EI ditargetkan menjadi daerah penghasil bijih besi dan timah.

Pemberian izin di wilayah yang masuk kawasan moratorium juga merugikan warga lokal. Kasus nyata terdapat di Desa Podi, Sulawesi Tengah.

"Tahun 2012, ada izin tambang seluas 5000 hektar. Ini menyebabkan desa itu lebih rawan bencana," kata Azmi.

Desa Podi terletak di lereng Gunung Katopasa. Setiap tahun, 100 metrik ton material longsor ke Desa Podi. Dengan adanya tambang, akan semakin banyak material yang longsor ke desa itu.

"Benar-benar sangat tragis bahwa wilayah yang rentan bencana tetapi masih ada izin tambang di sana," imbuhnya.

Praktik perizinan dalam periode moratorium juga terjadi di Kalimantan Tengah yang sebenarnya menjadi pilot proyek pengurangan emisi, deforestasi, dan degradasi (REDD+.

"Di Kalimantan Tengah masih muncul izin untuk memanfaatkan kawasan hutan," kata Edo Rahman dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi).
 
Teguh Surya, Jurukampeny Politik Hutan Greenpeace Indonesia, mengatakan, kolasi mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk memenuhi target-target lingkungan yang ditetapkan.

Dalam jangka waktu yang tersisa, presiden didesak untuk menghapus pengecualian dalam moratorium seperti tercantum dalam Diktum ke-2 Inpres Nomor 6 tahun 2013.

Pengecualian diantaranya adalah pada permohonan yang telah mendapatkan persetujuan prinsip dari Kementerian Kehutanan dan pembukaan hutan untuk ketenagalistrikan, padi, dan tebu.

Presiden juga didesak untuk melindungi lahan gambut dengan mengkaji lagi konsesi milik perusahaan Hutan Tanaman Industri serta tidak memberikan izin baru.

Moratorium hutan dan lahan gambut mulai ditetapkan pada Mei 2011. Dengan perpanjang moratorium tahun ini, kebijakan moratorium akan berakhir Mei tahun 2015.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com