Najib mengungkapkan, kesimpulan tersebut didasarkan atas hasil analisis terbaru data satelit Inmarsat yang disampaikan oleh Air Accidents Investigation Branch (AAIB) Inggris.
Berdasarkan analisis Inmarsat, MH370 yang hilang sejak Sabtu (8/3/2014) terakhir terbang di wilayah perairan yang jauh dari tempat pendaratan mana pun.
Merujuk pada laporan tersebut, kemungkinan penumpang untuk hidup sangat kecil sehingga pihak Malaysia mengatakan bahwa semua penumpang tewas.
Data satelit Inmarsat sebenarnya tidak baru. Sebelumnya, data Inmarsat juga yang digunakan untuk menentukan dua koridor pencarian MH370 di Samudra Hindia.
Namun, apa yang baru dari analisis yang disampaikan Senin ini sehingga mampu meyakinkan Malaysia bahwa semua penumpang telah tewas?
Terkait penentuan koridor pencarian, Kompas.com telah membahas sebelumnya dalam artikel berjudul "Bagaimana Para Pakar Menduga Lokasi Keberadaan MH370?"
Pada intinya, ada celah komunikasi satelit yang memungkinkan Inmarsat berkomunikasi dengan MH370 yang hilang.
Selain transponder dan ACARS yang telah dimatikan, di bagian ekor pesawat Boeing 777-200ER milik Malaysia Airlines terdapat terminal komunikasi dengan satelit.
Karena Malaysia Airlines terhubung dengan jaringan satelit Inmarsat, maka jalur yang ditempuh MH370 bisa diperkirakan.
Inmarsat mengirim permintaan komunikasi dalam bentuk "ping" yang secara otomatis akan direspons oleh terminal komunikasi satelit pada pesawat.
Jalur yang ditempuh diperkirakan dengan menghitung jumlah dan waktu tempuh ping dari pesawat ke Inmarsat.
Analisis yang dilakukan saat itu adalah melihat efek Doppler. Secara sederhana, efek Doppler dalam konteks ini adalah perubahan frekuensi karena pergerakan satelit pada orbitnya.
Saat itu, terungkap bahwa pesawat terbang hingga jarak 22.000 mil dari lokasi satelit. Arah gerakan bisa ke utara dan selatan sehingga dua koridor pencarian ditetapkan.
Untuk bisa menyimpulkan lokasi terakhir Malaysia Airlines MH370, para ahli di Inmarsat menganalisis ulang data.