Selama beberapa dekade, para ilmuwan mengira hidung manusia hanya dapat membedakan 10.000 aroma. Sebelumnya, mereka menempatkan indera penciuman "lebih rendah" daripada indera penglihatan maupun pendengaran.
"Analisis kami menunjukkan kemampuan manusia membedakan bau jauh lebih besar daripada yang pernah diperkirakan," kata co-author penelitian yang juga Kepala Laboratorium Neurogenetika Rockefeller University Leslie Vosshall seperti dikutip AFP dari jurnal Science.
Menurut para peneliti di tim ini, informasi bahwa hidung manusia—dengan bantuan 400 reseptor— hanya dapat membedakan sekitar 10.000 bau muncul pada 1920 tanpa dukungan data.
Para peneliti memang telah meneliti bahwa mata dengan tiga reseptor dapat membedakan beberapa juta warna dan telinga dapat memilah 340.000 suara. "Untuk bau, tak ada yang (sebelumnya) punya waktu untuk menguji," kata Vosshall.
Penelitian Vosshall dan kawan-kawan melibatkan 26 orang dan campuran bau dari 128 molekul berbeda yang dapat membangkitkan aroma rumput, jeruk, dan beragam bahan kimia. Bebauan tersebut dibagi menjadi 30 kelompok.
"Kami tidak ingin bebauan itu dikenali secara eksplisit sehingga sebagian besar campuran itu (berbau) aneh dan buruk," tutur Vosshall. "Kami ingin para responden memperhatikan bahwa 'ini adalah hal yang benar-benar kompleks dan apakah dapat memilih salah satunya untuk mengatkan itu berbeda'," ujar dia.
Setiap responden akan menjajal tiga botol aroma dari waktu ke waktu, dengan dua botol beraroma sama, sementara satu aroma berbeda untuk melihat apakah para responden tersebut dapat membedakan bau-bau itu. Ada 264 percobaan yang dijalani para responden.
Para peneliti kemudian membuat model kombinasi bau yang manusia dapat kenali berdasarkan rata-rata bau yang dapat dikenali dalam percobaan itu. Kombinasi dari 128 aroma sampel mendapatkan perkiraan hasil sekitar satu triliun bau seharusnya bisa dikenali penciuman manusia.
Pemimpin peneliti, Andreas Keller, juga dari Rockefeller University, mengatakan, jumlah ini pun hampir pasti masih terlalu sedikit. Alasannya, masih banyak pencampuran aroma lain dalam dunia nyata.
Menurut Keller, nenek moyang manusia mengandalkan indera penciuman mereka. Namun, refrigrasi dan higienitas perorangan membuat kemampuan pengenalan aroma itu menurun pada era modern.
"Ini menjelaskan sikap kita yang berpendapat (kemampuan) penciuman tak penting dibandingkan pendengaran dan penglihatan," kata Keller. Padahal, para peneliti sebelumnya sudah tahu bahwa indera penciuman berhubungan erat dengan perilaku manusia, menjelaskan bagaimana otak manusia memproses informasi yang kompleks.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.