Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Anjing Bisa Memahami Manusia? Ilmuwan Mengungkap Alasannya

Kompas.com - 25/02/2014, 08:42 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com — Mengapa anjing bisa memahami manusia? Ilmuwan asal Hongaria mengungkap alasan tersebut lewat penelitian terbarunya.

Menggunakan analisis Magnetic Resonance Imaging (MRI), ilmuwan menguak bahwa bagian otak yang berperan dalam pendengaran dan emosi, baik pada manusia, maupun anjing, menunjukkan kesamaan.

Attila Andics dari ELTE University, Hongaria, melatih 11 anjing untuk tetap diam sehingga otaknya bisa dicitrakan dengan MRI.

Dengan MRI, Andics mengecek respons neurologis anjing pada 200 jenis suara yang membangkitkan emosi, mulai dari rengekan, tangisan, gonggongan, hingga tawa.

Setelah melihat respons neurologis anjing, ilmuwan lalu menganalisis respons neurologis pada manusia dan membandingkannya.

Andics menemukan, saat mendengarkan suara manusia, bagian otak anjing yang terpancing untuk aktif menunjukkan kesamaan dengan bagian pada otak manusia, yakni temporal pole, bagian paling depan dari lobus temporal otak.

"Kita tahu ada area-area suara pada otak manusia, area yang merespons suara manusia lebih kuat daripada tipe suara lain," kata Andics.

"Lokasi yang terpancing untuk aktif pada otak anjing sama dengan yang kita temukan pada otak manusia. Fakta bahwa kita menemukan area ini pada anjing adalah sesuatu yang mengejutkan. Ini kali pertama hal tersebut ditemukan pada non-primata," imbuhnya.

Selama ini, yang dipahami banyak orang adalah, anjing bisa mengerti perasaan manusia, dan orang yang memelihara dengan baik akan bisa memahami emosi anjingnya.

"Tapi sekarang kita bisa memahami mengapa hal ini bisa terjadi," ungkap Andics seperti dikutip BBC, Jumat (21/2/2014).

Meski anjing peka terhadap suara manusia, mereka lebih peka terhadap suara kawan sesama spesiesnya.

Ilmuwan juga menemukan bahwa anjing kurang bisa membedakan suara bising lingkungan dengan suara lainnya.

Sophie Scott dari Institut of Cognitive Neuroscience di University College London mengungkapkan, hasil riset semacam ini tak mengejutkan bila ditemukan pada primata. Namun, ini menjadi menarik ketika ditemukan pada anjing.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com