"Wedhus Gembel" Merapi dan Sinabung, Apa Bedanya?

Kompas.com - 03/02/2014, 09:55 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com — Sinabung kembali erupsi pada Sabtu (1/2/2014). Hari itu, erupsi disertai dengan awan panas atau wedhus gembel yang hingga Senin (3/2/2014) tercatat mengakibatkan 15 orang tewas.

Tentang awan panas, Sinabung sebenarnya sudah mengeluarkannya beberapa kali. Tahun ini saja, awan panas sudah keluar pada 6 Januari, 7 Januari, dan 11 Januari.

Namun, karena adanya korban tewas akibat luncuran awan panas pada Sabtu, keganasan awan panas pun terngiang. Lalu, ada yang membandingkan antara awan panas Sinabung dan Merapi.

Pakar vulkanologi dan mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono mengatakan, awan panas Sinabung sebenarnya biasa.

"Ini menjadi pemberitaan karena ada yang tewas. Sinabung dari dulu keluar awan panas. Wajar suatu gunung api mengeluarkan awan panas," kata Surono.

Jika mau membandingkan awan panas Merapi dan Sinabung, Surono mengatakan sejauh ini awan panas Sinabung tidak bisa dibandingkan dengan Merapi dalam radius luncuran maupun materialnya.

"Kalau Sinabung radiusnya 5 km. Tidak ada apa-apanya dibandingkan Merapi yang mencapai 15 km," ungkap Surono.

"Material awan panas Merapi terdiri dari batu-batu besar, sementara di Sinabung banyak debu," imbuhnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (2/2/2014).

Surono mengungkapkan, perbedaan tersebut terjadi karena karakteristik antara Merapi dan Sinabung.

Meski radiusnya jauh lebih rendah, awan panas Sinabung tak kemudian bisa diremehkan.

Suhu awan panas bisa mencapai 700 derajat celsius dan akan menghanguskan apa pun yang dilewatinya.

Kecepatan awan panas bisa mencapai 100 km/jam, sangat sulit bagi manusia untuk melarikan diri dari kejarannya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, dalam kasus Sinabung, manusia hanya punya waktu 2 menit untuk menyelamatkan diri dari awan panas.

Surono mengatakan, adanya korban tewas akibat luncuran awan panas Sinabung memberikan pelajaran penting tentang penyesuaian diri dengan perubahan.

Surono mengungkapkan, Sinabung mulai aktif lagi tahun 2010 setelah tidur panjang dari tahun 1600. Perubahan Sinabung harus direspons.

"Kita harus beradaptasi dengan alam. Bukan alam yang kita paksa untuk menuruti kehendak kita," ungkapnya.

Awan panas muncul dari sebuah gunung karena adanya tekanan tinggi di dalam perut gunung yang disertai dengan suplai magma.

Awan panas biasa muncul setelah adanya kubah lava. Material dari dalam gunung mulai debu hingga batu bercampur dengan air dan gas.

Dari jauh, awan panas tampak seperti domba yang berarak. Karena itulah, di Merapi, awan panas disebut wedhus gembel.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau