Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kamis - Jumat Hujan Lebat di Jabodetabek

Kompas.com - 22/01/2014, 05:03 WIB

KOMPAS.com - Berdasarkan simulasi atau pemodelan cuaca hingga tujuh hari ke depan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, cuaca buruk diprediksi kembali melanda wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek. Hari Kamis dan Jumat pekan ini berpotensi turun hujan lebat.

”Fluktuasi cuaca di wilayah khatulistiwa sangat tinggi. Pemodelan yang dikembangkan masih untuk jangka tujuh hari ke depan,” kata Kepala Bidang Informasi Meteorologi pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kukuh Ribudiyanto, Selasa (21/1/2014), di Jakarta. Sebelumnya, prediksi cuaca dilakukan dalam sepuluh harian (dasarian).

Adapun periode puncak musim hujan kali ini diperkirakan sampai pertengahan bulan Februari. Menurut Kukuh, kesiapsiagaan terhadap risiko bencana juga harus tetap ditingkatkan.

”Periode sepekan setelah 27 Januari mendatang memasuki periode bulan purnama yang menimbulkan pasang laut maksimum. Ada kemungkinan intensitas curah hujan tetap tinggi, tetapi simulasi dinamika cuaca saat ini belum sampai ke sana,” kata Kukuh.

Pertumbuhan awan

Berdasarkan analisis cuaca, kondisi tekanan rendah di Australia dalam beberapa hari ini akan semakin menguat. ”Akibatnya, pertumbuhan awan juga makin bertambah,” kata Kukuh menjelaskan.

Pada saat yang sama, potensi hujan masih mungkin terjadi di kawasan Sumatera Selatan, Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kondisi ini patut diwaspadai di sejumlah daerah.

Di wilayah perairan timur Filipina, saat ini juga masih dinyatakan terdapat sistem tekanan rendah. Sebelumnya, dalam dua hari tumbuh menjadi badai tropis Lingling, 18-20 Januari lalu.

Kekuatan sistem tekanan rendah tersebut saat ini terus melemah atau tidak akan tumbuh menjadi badai. Dampaknya ke depan akan mengurangi tarikan awan di wilayah utara ekuator sehingga ancaman hujan lebat juga terjadi.

”Setelah bibit badai di timur Filipina menghilang, awan hujan di belahan utara ekuator, seperti di Kalimantan, akan tumbuh,” kata Kukuh.

Sementara itu, Kepala Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Heru Widodo mengatakan, secara teknis, modifikasi cuaca masih dibutuhkan untuk mengurangi risiko hujan lebat di Jakarta dan sekitarnya. Akan tetapi, saat ini dihadapkan pada kendala sarana penyemaian awan hujan yang kurang, yakni pesawat pengangkut garam untuk disemaikan di awan.

”Sampai saat ini masih menggunakan satu pesawat untuk menyemai garam. Dibutuhkan minimal dua pesawat pengangkut garam,” kata Heru.

Modifikasi cuaca saat ini dihadapkan pada persoalan ancaman hujan lebat yang terus meluas di Jawa. Kukuh menyebutkan, saat ini ada fenomena menguatnya tarikan massa uap air dari Asia ke Australia. (NAW/KOMPAS CETAK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com