Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jebol Tanggul Latuharhary, Mungkinkah Terjadi Lagi?

Kompas.com - 17/01/2014, 09:42 WIB

Oleh Abdul Muhari Ph.D*

KOMPAS.com - Musim hujan tahun 2014 diperkirakan akan mencapai puncaknya dalam minggu ini sampai minggu kedua bulan Februari. Sampai saat ini, hujan dengan intensitas sedang sampai tinggi telah membawa dampak terjadinya banjir baik berupa genangan lokal maupun banjir rutin yang berasal dari luapan sungai akibat peningkatan debit air dari hulu.

Meskipun intensitas curah hujan tahun ini mungkin tidak akan setinggi tahun 2013, kejadian amblesnya tanggul banjir kanal barat di depan pintu air Karet beberapa waktu lalu serta masih belum selesainya perbaikan tanggul Latuharhary sampai saat ini harus menjadi perhatian penting untuk menghadapi puncak musim hujan tahun ini.

Pemerintah dan masyarakat harus mengerti bahwa jebolnya tanggul Latuharhary tahun lalu tidak semata karena debit air yang tinggi dari hulu, tetapi lebih dominan disebabkan oleh 2 faktor lain. Pertama adalah aspek sosial yang berawal dari perilaku membuang sampah ke sungai. Kedua, kualitas fisik serta pengawasan tanggul yang jauh dari paripurna. Kombinasi kedua faktor ini dapat membuat kejadian serupa bisa terjadi kapan saja dengan mekanisme yang sama dengan kasus Latuharhary tahun lalu.

Analisa forensik jebolnya tanggul Latuharhary

Hasil penelitian yang dipublikasikan jurnal teknik hidrolika, Jepang, mengungkapkan bahwa bagian atas tanggul di segmen Laturahary yang berupa gundukan tanah tanpa lapisan pelindung terkikis oleh luapan air yang dalam waktu singkat menggerus badan tanggul secara keseluruhan.

Pertanyaannya, kenapa debit air di banjir kanal barat khususnya di segmen antara Manggarai dan Karet saat itu sangat tinggi dibanding musim hujan sebelumnya? Padahal akumulasi curah hujan di hulu (Katulampa) dua hari saat puncak banjir tahun 2013 hanya 170 mm, jauh lebih rendah dibandingkan saat banjir tahun 2007 yang mencapai 409 mm. Kedua, kenapa luapan air hanya terjadi di segmen Latuharhary? Kenapa tidak di tempat lain yang bagian atas tanggulnya juga masih berupa gundukan tanah tanpa lapisan penutup?

Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PU pada bulan Februari 2013 menjelaskan bahwa ketinggian air di segmen Manggarai-Karet disebabkan oleh penumpukan sampah yang menutup tiga dari empat pintu air Karet. Penjelasan ini sesuai dengan analisa visual dan simulasi matematis yang dilakukan penulis beserta gabungan peneliti dari Jepang yang melakukan survei lapangan pada bulan yang sama.

Dengan debit air saat banjir yang mencapai 180 meter kubik/detik, efek terhalangnya tiga dari empat pintu air di Karet berpotensi menyebabkan peningkatan tinggi muka air di segmen Manggarai-Karet sampai sepuluh meter(!) dari ketinggian yang seharusnya hanya enam meter jika empat pintu air tersebut bekerja sempurna.

Untuk diketahui, ketinggian tanggul termasuk lapisan tanah diatasnya pada segmen Latuhary hanya sekitar delapan meter dimana lapisan beton (sheet pile) melindungi tanggul ini cuma sampai ketinggian tujuh meter dari dasar kanal.

Kenaikan muka air yang tidak wajar ini menyebabkan terjadinya luapan pada titik-titik dengan ketinggian tanggul lebih rendah dibanding segmen lain kearah hulu maupun hilir. Hal ini membawa kita pada pertanyaan kedua yaitu kenapa yang jebol itu harus segmen Latuharhary.

Analisa forensik di lapangan menemukan bahwa muka tanggul di segmen ini mengalami penurunan beberapa puluh sentimeter (local subsidence), sehingga segmen ini lebih rendah hampir satu meter(!) jika dibandingkan dengan elevasi muka tanggul pada sisi yang berlawanan, pun jika dibandingkan dengan elevasi muka di depan pintu air Karet yang terletak jauh lebih ke hilir. Titik tanggul terendah berada di lokasi tiang penyangga jembatan fly over HOS Cokroaminoto yang berdiri di badan tanggul.

Oleh sebab itu, luapan air sangat mungkin bermula dari bagian ini dan menggelontorkan air dengan debit setidaknya 40 meter kubik per detik. Debit air sebanyak ini hanya butuh waktu kurang dari 12 jam untuk menggerus bagian atas tanggul yang berupa gundukan tanah sampai akhirnya menjebol tanggul secara keseluruhan. Proses gerusan ini bisa dipercepat oleh adanya ruang rembesan di antara tanah dengan fondasi Jembatan atau dengan fondasi tiang papan reklame yang saat itu berada di badan tanggul.

Dari analisa di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa jika saja tidak ada sampah yang menutup tiga dari empat pintu air Karet, maka elevasi muka air maksimal saat puncak banjir tidak akan lebih dari enam meter. Berarti, meskipun tanggul Latuharhary mengalami local subsidence sampai satu meter, banjir besar di kawasan Sudirman-Thamrin Bulan Januari 2013 tidak akan pernah terjadi!

Solusi ke depan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com