Kepala Bidang Perubahan Iklim dan Kualitas Udara, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Edvin Aldrian, mengungkapkannya saat dihubungi Kompas.com, Kamis (16/1/2014).
Edvin menuturkan, curah hujan di Manado beberapa hari sebelum terjadinya banjir sebenarnya sangat rendah.
Pada 11 Januari 2014, curah hujan di Manado hanya 11 mm/hari dan pada 12 Januari 2014 hanya 0,2 mm per hari. Hari berikutnya, 13 Januari 2014, curah hujan menjadi 45 mm/hari.
Namun, pada tanggal 14 Januari 2014, curah hujan tiba-tiba melonjak menjadi 145 mm/hari. "Lebih tinggi dari Jakarta," ucap Edvin.
Hujan pada hari itu terjadi dalam jangka waktu lama, diikuti dengan hujan pada tanggal 15 Januari 2014 yang mencapai intensitas 66 mm/hari.
Mengungkapkan sebab lonjakan itu, Edvin mengatakan, "ini karena bibit badai tropis di selatan Filipina yang ekornya sampai ke Sulawesi Utara."
Edvin juga menuturkan, hujan banyak terjadi di wilayah perbukitan sehingga airnya mengalir ke bawah, dan berpadu dengan faktor drainase dan tata kota, banjir pun terjadi.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ada 11 kecamatan yang mengalami banjir, antara lain Paal Dua, Paal Empat, dan Bunaken.
Menurut Edvin, adanya bibit tropis di perairan utara Sulawesi pada bulan Januari sebenarnya tidak normal. "Karena Matahari sedang ada di selatan," kata Edvin.
Kemunculan bibit tropis itu disebabkan oleh anomali cuaca. "Suhu muka laut di utara Sulawesi lebih hangat sehingga memicu pembentukan bibit siklon," jelasnya.
Dalam beberapa hari ke depan, warga di Sulawesi Utara, terutama Manado, masih harus mewaspadai kemungkinan hujan lebat.
"Potensi hujan lebat masih ada. Dampak bibit siklon masih akan terasa," pungkas Edvin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.