Profesor riset astrofisika dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional, Thomas Djamaluddin, mengungkapkan bahwa fenomena itu terkait dengan posisi Matahari.
Matahari mengalami gerak semu tahunan. Pada 22 Desember 2013 lalu, Matahari tepat berada di 23,5 derajat Lintang Selatan.
Seiring waktu, Matahari bergerak ke utara. Pada 21 Maret 2014 nanti, Matahari akan tepat berada di khatulistiwa.
Salah satu konsekuensi dari pergerakan semu tahunan itu, kata Thomas, adalah perbedaan durasi waktu antara siang dan malam, walau tidak ekstrem.
Hingga beberapa waktu ke depan, siang di Indonesia akan lebih lama daripada malam. Maghrib masih terang, sementara waktu subuh beberapa menit lebih awal.
"Ini akan berlangsung sampai 21 Maret mendatang, saat Matahari melintasi ekuator," kata Thomas kepada Kompas.com, Kamis (9/1/2014).
"Tentu saja, semakin mendekati 21 Maret nanti, perbedaan durasi waktu siang dan malam semakin singkat," imbuhnya.
Salah satu wujud dari fenomena perbedaan durasi waktu siang dan malam akibat posisi Matahari itu bisa disaksikan hari ini.
Di jejaring sosial Twitter hari ini, ramai dibicarakan bahwa hingga pukul 18.30, langit di Jabodetabek, Semarang, Yogyakarta, dan beberapa kota lainnya masih terang.
Beberapa pengguna Twitter membuat guyonan akan fenomena itu dengan mengatakan bahwa Matahari sedang lembur.
Sementara itu, ada juga yang mengaitkan fenomena hari ini dengan badai Matahari yang meletup pada Rabu (8/1/2014) dini hari.
Thomas mengungkapkan, fenomena hari ini adalah fenomena biasa, bukan pertanda apa-apa, dan tidak berkaitan dengan badai Matahari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.