Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menebar Benih, Melawan "Kompeni Hutan"

Kompas.com - 04/10/2013, 11:50 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis


KOMPAS.com - Kamis (19/9/2013) adalah momen bersejarah bagi masyarakat Dayak Benuaq di Muara Tae. Hari itu adalah hari dimana mereka memasuki babak baru melawan kompeni hutan.

Di hutan Melinau, Petrus Asuy, tokoh adat masyarakat Muara Tae, menunjukkan biji-biji dan tanaman muda ulin, kapur, meranti, dan karet. Beberapa biji berserakan di atas tanah sementara tanaman muda berada di dalam polybag.

"Ini semua kita orang Muara Tae yang kumpulkan," kata Petrus.

Biji sengaja dikumpulkan untuk bisa ditanam kembali. Biji ulin awalnya ditaruh di sebuah lubang tanah yang dangkal dan ditunggu sampai berkecambah. Kemudian, biji dipindahkan ke polybag hingga tumbuh menjadi tanaman muda.

Kurang lebih setelah berumur enam bulan, tanaman muda siap dipindahkan ke lokasi baru, diharapkan tumbuh menjadi pohon ulin yang terkenal dengan kayunya yang kokoh.

Bentuk perlawanan

Pengumpulan dan pembibitan ulin serta tumbuhan berkayu lain memang menyita waktu dan tenaga warga Muara Tae. Namun, langkah itu tetap dilakukan demi mempertahankan dan mengembalikan hutan adat mereka yang hilang.

Selama puluhan tahun, Muara Tae dijajah oleh "kompeni" hutan alias berbagai perusahaan yang merampas hutan adat. Petrus berkata, "kompeni" hutan itu memang bekerja seperti penjajah, bukan hanya merebut lahan, tetapi juga memecah belah persaudaraan sesama Daya Benuaq.

Pada tahun 1971, PT Sumber Mas yang merupakan perusahaan HPH sudah masuk. Perusahaan ini juga membuka HTI pada tahun 1993. Lahan adat warga Muara tae tersita.

Berlanjut pada tahun 1995, perusahaan kelapa sawit bernama PT London Sumatera datang. Penetapan lahan seluas 11.800 hektar sempat memicu konflik dan mengakibatkan kriminalisasi masyarakat adat setempat. Tahun 1999, sejumlah 11 warga ditangkap karena melakukan perlawanan.

Tak cuma sawit, tahun 1996, PT Gunung Bayan Pratama Coal, sebuah perusahaan tambang, mulai beroperasi.

Aktivitas perusahaan ini mengakibatkan kerugian karena menutup aliran Sungai Jebor yang merupakan anak sungai Nayan, sungai yang mengaliri wilayah setempat, serta mencemari sungai lainnya. Warga menjadi kesulitan mendapatkan air bersih.

Sampai 2010, masih ada saja perusahaan baru yang datang. PT Borneo Surya Mining Jaya membuka kebun kelapa sawit. Terakhir, pada tahun 2011, datang lagi perusahaan bari bernama PT Munte Waniq Jaya Perkasa.

Bukan hanya merugi soal lahan, warga Muara Tae juga harus kehilangan persaudaraan dengan sesama orang Dayak, warga Muara Ponaq. Warga Muara Tae punya sikap berbeda dengan Muara Ponaq terkait kedatangan perusahaan tersebut. Warga Muara Ponaq bersedia menjual lahannya, sementara Muara Tae tidak.

Masrani, tokoh warga Muara Tae lain, mengatakan bahwa bupati wilayah setempat juga terlibat dalam memicu konflik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com