Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harimau Sumatera, Pesan Kematian dari Sorot Mata Sang Datuk

Kompas.com - 02/09/2013, 08:57 WIB
Ambrosius Harto Manumoyoso

Penulis

Mata yang pernah menyorotkan keganasan, kebuasan, dan keliaran itu kini memancarkan kepasrahan, kesakitan, dan keibaan. Taring yang dulu tajam untuk membunuh, mengoyak, dan mencabik daging itu kini telah patah habis.

Tubuh yang pernah memancarkan keperkasaan sekaligus keluwesan itu kini kurus seperti tulang berbalut kulit loreng hitam-jingga. Auman yang dulu menggetarkan dan membuat merinding itu kini berganti menjadi rintih menahan sakit.

Seperti itulah perilaku seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) bernama Melani (17) dalam kandang besi di Rumah Sakit Hewan Taman Safari Indonesia, Cisarua, Kabupaten Bogor, Minggu (1/9/2013).

Melani sudah berada di TSI sejak 1 Juli 2013 untuk diselamatkan dari sakit kronis. Lambung, hati, pencernaan, dan jaringan syaraf Melani rusak diduga akibat selalu mengonsumsi daging berformalin selama di Kebun Binatang Surabaya.

Kisruh pengelolaan KBS sehingga satwa koleksi terlantar, termasuk Melani, memaksa Kementerian Kehutanan mengeluarkan instruksi pemindahan dan penyelamatan harimau sumatera tersebut ke TSI. Saat tiba, bobot Melani cuma 45 kilogram sehingga amat kurus dan lebih terlihat seperti kucing peliharaan daripada satwa berjuluk datuk atau raja rimba.

Di TSI, Melani dirawat secara intensif oleh enam dokter spesialis harimau. Binatang ini sempat diinfus karena susah makan. Diberi daging segar, Melani emoh mengunyah. Tim memberi Melani daging olahan berkualitas tinggi dan bervitamin yang impor dari Australia. Daging berupa gumpalan seperti bakso itu pun harus disuapkan sebab Melani benar-benar enggan makan. Jika diberi daging yang kurang halus, Melani malah akan diare dan muntah.

Seminggu lalu, bobot Melani sempat mencapai 51 kilogram. Namun, bobot turun lagi akibat Melani susah makan. Dalam sehari, Melani hanya mampu menghabiskan 1,5 kilogram daging. Padahal, harimau sumatera idealnya mengonsumsi 6-9 kilogram daging sehari. Pelbagai upaya telah ditempuh untuk mempertahankan hidup Melani. Saat dijenguk pada Sabtu (31/8/2013), Melani berbobot 48 kilogram.

"Saya sungguh heran, Melani seperti menahan sakit, kehilangan semangat hidup, dan menunggu kematian," kata Tony Sumampau, bos TSI, saat mendampingi peserta Orientasi Wartawan Konservasi (Owa-K).

Penangkaran

Masih ada beberapa harimau sumatera yang sedang dirawat di penangkaran TSI. Namun, berbeda dari Melani, macan-macan di penangkaran itu masih memancarkan semangat hidup bahkan sifat alaminya yang liar dan galak tetapi mengagumkan.

Bimo (5) misalnya, pejantan yang diselamatkan dari Riau karena terkena racun beberapa bulan lalu. Di penangkaran, Bimo terlihat segar dan kekar. Saat kamera mendekat, Bimo meloncat dari tempat istirahat, mengaum, dan mencoba menerkam. Kami pun terkejut dan mundur. Bimo sedang dijodohkan dengan Putri (5).

Di kandang lain, ada Salamah (6). Macan betina ini pernah kena jerat dan gantung di hutan Aceh. Saat diturunkan, Salamah sudah tergantung berhari-hari sehingga kaki yang terjerat membusuk. Oleh tim dokter Universitas Syiah Kuala, kaki kanan Salamah diamputasi. "Kami kaget saat menerima kedatangannya, kenapa diamputasi seluruh kaki yang kena jerat," kata drh Ardita di penangkaran.

Kondisi itu, lanjut Ardita, menyulitkan Salamah. Macan betina ini tidak dilirik oleh pejantan mana pun di penangkaran. Beberapa pejantan pernah disatukan dengan Salamah agar terjadi perkawinan alamiah. Namun, para pejantan emoh dengan betina yang cacat.

Sedang dipikirkan bahwa Salamah mengandung dengan teknik inseminasi atau suntik sperma. Masalahnya, teknik itu tingkat keberhasilannya cuma 2 persen. Padahal, pada satwa lain seperti badak afrika, tingkat keberhasilan teknik inseminasi dikabarkan mencapai 60 persen.

Terancam

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com