Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yuk Berkemah di Bawah Bintang, Menata Ulang Jam Biologis

Kompas.com - 02/08/2013, 21:46 WIB
Fikria Hidayat

Penulis

Sumber BBC
KOMPAS.COM — Para peneliti mengatakan bahwa berkemah selama seminggu dapat menata ulang jam biologis yang mengatur pola tidur kita. Para ilmuwan berpendapat bahwa kehidupan modern mengganggu tidur kita melalui paparan sinar listrik dan berkurangnya akses terhadap sinar matahari.

Namun setelah menghabiskan waktu di luar ruang, para peneliti mengatakan bahwa jam tubuh dari delapan relawan yang diuji telah berhasil sinkron dengan matahari terbit dan terbenam.

Penelitian tersebut telah dipublikasikan dalam jurnal Current Biology. Disebutkan bahwa semua bentuk kehidupan di bumi yang ritme biologisnya berevolusi telah mengantisipasi matahari terbit dan terbenam.

Para peneliti telah menemukan bahwa ketersediaan penerangan listrik sejak tahun 1930-an dan seterusnya telah memengaruhi jam sirkadian internal kita, memungkinkan kita jauh lebih lambat dalam proses evolusi.

Ritme sirkadian adalah siklus 24 jam dalam proses fisiologis makhluk hidup. Ritme ini penting untuk menentukan pola tidur dan pola makan.

Para ilmuwan dalam penelitian ini pertama-tama menganalisis sekelompok orang relawan di kehidupan normal mereka. Intensitas mereka terpapar cahaya alami dan buatan diukur oleh peneliti.

Dengan melihat kadar hormon, melatonin, mereka menyimpulkan bahwa pencahayaan lingkungan modern menyebabkan sekitar dua jam penundaan waktu sirkadian.

Melatonin naik tepat sebelum kita pergi tidur dan berkurang sepanjang malam sampai kita bangun. Para peserta penelitian cenderung untuk tetap tinggal sampai tengah malam dan bangun sekitar pukul delapan pagi.

Tingkat melatonin mereka masih tetap tinggi selama beberapa jam setelah mereka bangun, menunjukkan mereka tidak selaras dengan irama alami.

KOMPAS IMAGES / FIKRIA HIDAYAT Berkemah di Danau Ranu Kumbolo, Gunung Semeru, Lumajang, Jawa Timur, Selasa (15/11/2011). Ranu atau danau terbentuk di kawah Gunung Jambangan yang memadat. Danau ini menjadi tempat persinggahan para pendaki sebelum ke puncak Gunung Semeru.
Riset di dalam tenda

Para ilmuwan kemudian membawa relawan berkemah selama seminggu di Colorado. Senter dan perangkat elektronik dilarang, satu-satunya sumber cahaya malam adalah api unggun.

Hasilnya adalah bahwa pola tidur dan bangun dari delapan relawan, selaras atau sinkron dengan dengan terbit dan terbenamnya matahari. "Waktu mereka semua bergeser lebih awal," kata Profesor Kenneth Wright dari University of Colorado di Boulder.

Apa yang mengejutkan tim ilmiah adalah peningkatan jumlah sinar matahari relawan dialami melalui pengalaman berkemah mereka, sekitar 400 persen lebih banyak dibanding waktu mereka sebelumnya.

"Kami berpikir bahwa pola penerangan listrik modern dan pengurangan paparan sinar matahari berkontribusi untuk memperlambat jadwal tidur dan kesulitan bangun di pagi hari," kata Profesor Wright.

"Setelah paparan siklus cahaya gelap alami, tingkat melatonin tetap rendah sebelum para relawan bangun, menunjukkan otak kita mulai terjaga setelah kita terkena isyarat alam."

Halaman:
Sumber BBC
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com