Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gangguan Cuaca Bisa Berlangsung Hingga Enam Bulan

Kompas.com - 12/07/2013, 13:20 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anomali suhu muka laut 3 derajat celsius di atas pola normal di Samudra Hindia berpotensi menimbulkan gangguan cuaca setidaknya tiga sampai enam bulan ke depan.

Demikian kata ahli oseanografi dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang juga Manager Geosystem Technology and Hazard Mitigation Laboratory (Geostech), Fadli Syamsudin, Kamis (11/7/2013), di Jakarta.

Fadli mengatakan, Samudra Hindia termasuk jalur sirkulasi laut skala global. Dikenal pula sebagai termohalin atau the Great Conveyor Belt (GCB) yang mengalirkan massa air laut global dengan periode 40-50 tahun.

Jalur sirkulasi termohalin di Indonesia disebut sebagai Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang 70 persen melintasi Selat Makassar, dari Samudra Pasifik menuju Samudra Hindia.

”Samudra Pasifik barat sekarang juga hangat. Ini menyumbang naiknya suhu muka laut di Samudra Hindia yang sebelumnya banyak dipengaruhi fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) negatif,” kata Fadli.

Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian mengatakan, anomali suhu muka laut 3 derajat celsius di atas pola normal memang jarang, tetapi di Samudra Pasifik tahun 1997 pernah terjadi.

”Anomali suhu muka laut 3,68 derajat celsius di atas normal waktu itu terjadi di Samudra Pasifik bagian tengah. Di bagian barat suhunya di bawah normal yang membawa udara kering ke wilayah Indonesia,” kata Edvin.

Dampaknya terjadi kebakaran lahan dan hutan di berbagai wilayah Indonesia.

Nelayan rentan

Nelayan di pantai selatan Jawa Barat rentan menjadi korban kecelakaan laut akibat cuaca buruk. Mereka berlayar tanpa panduan prakiraan cuaca yang tepat dan akurat. ”Sudah lama kami tidak mendapatkan prakiraan cuaca. Faksimile saja tidak ada di sini,” kata Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Tasikmalaya Dedi Mulyadi yang dihubungi di Tasikmalaya.

Menurut Dedi, dulu rekomendasi dan prakiraan cuaca sesekali dikirim BMKG atau Lapan. Namun, keterbatasan sarana komunikasi membuat itu tak dilakukan lagi. Nelayan terpaksa mencari informasi lewat media massa, tetapi informasi itu sering terlambat. Mengandalkan pengamatan fenomena alam juga sulit karena anomali cuaca. Ia berharap pemerintah membantu nelayan mendapat informasi cuaca akurat pada waktunya. (NAW/CHE/KOMPAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com