Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ledakan Supernova Tak Biasa dari G1.9 0.3

Kompas.com - 02/07/2013, 22:57 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

Sumber
KOMPAS.com — Pakar astronomi memperkirakan ledakan bintang supernova di galaksi manusia rata-rata terjadi dua kali dalam satu abad. Pada 2008 silam, sekelompok peneliti menyatakan bahwa mereka menemukan sisa-sisa dari ledakan supernova terbaru (menurut perhitungan waktu Bumi) yang terjadi di galaksi Bima Sakti.

Jika bukan karena debu dan gas, ledakan ini akan bisa terlihat dari Bumi pada ratusan tahun silam. Lokasi bintang yang meledak ini sendiri berada sekitar 28.000 tahun cahaya dari Bumi, dekat dengan pusat galaksi Bima Sakti.

Hasil observasi selama sebelas hari menyatakan bahwa puing-puing bintang tersebut merupakan sisa supernova G1.9+0.3. Sumber dari G1.9+0.3 diperkirakan berasal dari bintang kerdil putih yang mengalami ledakan termonuklir akibat melebur dengan bintang sejenis, atau bisa juga terjadi akibat adanya materi yang tertarik dari bintang pendamping yang mengorbitnya.

Fenomena ini merupakan ledakan khas supernova yang dikenal sebagai Tipe Ia. Biasanya, ini digunakan sebagai indikator jarak dalam kosmologi karena pancaran sinar yang konsisten dan luar biasa berkilau.

Biasanya, cikalan supernova Tipe Ia berbentuk simetris dengan puing-puing yang tersebar merata ke segala arah.

Namun, G1.9+0.3 menghasilkan pola yang sama sekali tidak simetris. Emisi terkuat seperti silikon, belerang, dan besi ditemukan di sebelah utara dari sisa ledakan. Ini membuat bentuk asimetris yang cukup ekstrem.

Besi dari sisa ledakan yang harusnya berada di bagian dalam, ditemukan jauh dari pusat bintang dan menjauh dengan kecepatan 3,8 juta mil per jam.

Besi ini bercampur dengan elemen ringan yang diperkirakan berasal dari luar bintang tersebut. Setelah melakukan studi banding, para pakar menyimpulkan bahwa apa yang terjadi pada G1.9+0.3 adalah "ledakan yang tertunda". Detonasi berlangsung dalam dua fase.

Pertama, reaksi nuklir terjadi dalam muka gelombang lambat, membuatnya menghasilkan besi dan elemen lain yang serupa. Energi dari reaksi ini menyebabkan bintang membesar, mengubah kepadatannya hingga menghasilkan detonasi lebih cepat dari reaksi nuklir.

Hasil lengkap dari observasi ini akan diterbitkkan dalam makalah ilmiah "The Astrophysical Journal Letters" pada 1 Juli 2013. (Zika Zakiya/National Geographic Indonesia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Sumber
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com