Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Penguin Tidak Bisa Terbang?

Kompas.com - 24/05/2013, 12:25 WIB

KOMPAS.com — Sayap penguin telah beralih fungsi, yaitu digunakan sebagai alat bantu untuk berenang ketimbang untuk membawanya mengangkasa. Penguin telah kehilangan kemampuan terbangnya beribu-ribu tahun lalu. Mengapa?

Studi terbaru menduga bahwa penguin si burung laut berhenti terbang sebagai akibat proses evolusi, yang membuat penguin harus melakukan adaptasi terhadap lingkungan, yakni menjadi perenang ulung. Menurut studi yang dipublikasikan pada Proceedings of the National Academy of Sciences edisi 20 Mei ini, penguin perlu berenang di tengah lingkungan yang kompetitif.

Mungkin terbang, untuk beberapa aspek, adalah suatu keuntungan bagi para penguin yang hidup di Kutub Selatan, misalnya saat melarikan diri dari predator atau saat pawai koloni penguin emperor yang bisa sampai berhari-hari lamanya.

Namun, ditegaskan kembali oleh Katsufumi Sato, ahli bidang ekologi perilaku di Ocean Research Institute—University of Tokyo, hal ini terjadi karena faktor evolusi. Burung penguin berevolusi ke ukuran tubuh yang lebih besar sehingga membutuhkan penopang ketika menyelam di dalam air.

Demi alasan penting ini, sayap mengalami pengurangan secara progresif, yang membuat berenang lebih efisien dan saat dipakai terbang sebaliknya. Ini bisa jadi jawaban mengapa pada saat itulah kemampuan penguin untuk terbang berangsur-angsur lenyap.

Sato yang merupakan ahli ekologi di National Geographic Society Emerging Explorer ini juga menjelaskan, tubuh yang lebih besar memungkinkan mereka untuk lebih lama menyelam. Ketika kesempatan dalam masa transisi di mana sayap tersebut digunakan baik untuk terbang maupun menyelam, yang terjadi malah merugikan bagi penguin karena memboroskan energi serta tidak bisa bertahan lama.

Julia Clarke, peneliti yang menekuni evolusi burung dari University of Texas di Austin, mengungkapkan, ada perbedaan yang ditemukan pada penguin-penguin di asal mula. Akan tetapi, masih sedikit data relevan yang bisa dipakai untuk mengembangkannya. Penemuan terbaru ini dapat menjadi satu kunci dalam pemaparan tentang transisi dari model "sayap" ke "sirip" penguin. (Gloria Samantha/National Geographic Indonesia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com