DEPOK, KOMPAS.com - Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) meminta akademisi ikut berperan dalam menyelamatkan Ciliwung. Peran bisa dalam wujud penelitian, komunikasi hasil penelitian serta advokasi.
Hal tersebut dikemukakan oleh anggota KPC dari berbagai wilayah di Jakarta, Depok dan Bogor dalm diskusi yang digelar oleh Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) Universitas Indonesia, Kamis (25/4/2013).
Sudirman Asun dari Ciliwung Institute mengatakan, "Kami butuh pihak seperti Universitas Indonesia untuk melakukan advokasi akan kejahatam-kejahatan Ciliwung." Sudirman menggarisbawahi marakanya pembangunan perumahan dan pengurukan yang merusak Ciliwung.
Ia juga menekankan perlunya studi biodiversitas Ciliwung. Tahun 2011 lalu, ditemukan senggawangan (Chitra chitra javanensis). Hal tersebut menunjukkan bahwa Ciliwung masih kaya. "Studi penting agar Ciliwung tidak cuma dikenal dengan banjir dan limbah," katanya.
Sementara, Muhammad Rusli dari KPC Bogor mengungkapkan pentingnya konsistensi dalam gerakan menjaga Ciliwung. Ia juga meminta agar akademisi tidak hanya melakukan studi tetapi juga menularkan ilmunya pada masyarakat.
"Bisa tidak kalau kita mengajarkan sesuatu juga pada masyarakat. Akademisi melakukan riset, bisa tidak kalau melibatkan masyarakat. Riset harus dilakukan masyarakat, diberikan pada masyarakat dan untuk masyarakat," paparnya.
Tarsoen Waryono dari Departemen Geografi Ui membenarkan pentingnya peran akademisi. Menurutnya, Ciliwung merupakan harta yang sangat berharga. Ciliwung bisa laboratorium biodiversitas riparian pertama di dunia.
"Ciliwung spesifik, terbentuk dari vulkanik. Kalau kering, dasarnya seperti beton, bukan lumpur. Tumbuhan yang ada di hulu dan hilir berbeda. Ini menarik. Perlu dilihat dimana daerah peralihannya," paparnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.