Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melindungi Hiu, Menjaga Laut dan Pariwisata Indonesia

Kompas.com - 19/03/2013, 20:08 WIB
Fifi Dwi Pratiwi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mendengar kata "hiu”, mungkin yang terlintas adalah makhluk bawah air yang buas. Namun faktanya, tak semua hiu suka memangsa manusia dan hewan ini ternyata memiliki peran yang sangat penting dalam ekosistem laut.

Di ekosistem laut, ikan hiu berperan sebagai pemangsa puncak (top predator). Peran ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Keberadaan hiu sangat bepengaruh terhadap kesehatan ekosistem yang menjadi habitat hewan bertulang rawan tersebut.

“Ikan hiu berperan sangat penting dalam ekosistem laut dan terumbu karang. Sebagai top predator, ikan ini ‘bertugas’ menjaga keseimbangan ekosistem laut. Ia memangsa ikan untuk memastikan kondisi ekosistem tetap sehat dan ikan tetap berlimpah,” kata Purwanto, Marine Protected Area (MPA) Technical Adviser, The Nature Conservancy (TNC).

Purwanto menjelaskan, secara ekologis, hiu akan memangsa ikan lain yang sakit atau tua dan lemah. Perilaku ini membuat fungsi keberadaan hiu di ekosistem perairan laut dan terumbu karang menjadi vital.

Menurut Purwanto, dengan apa yang dilakukannya, hiu secara tidak langsung ikut mencegah penyebaran penyakit yang dibawa oleh ikan sakit atau tua dan lemah yang dimangsanya, dan memastikan kondisi ekosistem tetap sehat.

Kepunahan hiu bisa berdampak besar. “Sesaat setelah kepunahan hiu, populasi ikan seperti ikan tuna dan kerapu yang menjadi mangsa hiu akan meningkat. Hal ini mungkin tampak ‘menggiurkan’. Akan tetapi, hal ini justru yang menjadi masalah," jelas Purwanto.

"Peningkatan populasi tuna dan kerapu akan mengacaukan rantai makanan. Populasi mangsa yang ada di bawah tuna dan kerapu akan habis dalam waktu singkat dan pada akhirnya populasi kedua ikan tersebut juga akan punah akibat tidak adanya makanan. Dengan kata lain, ekosistem tersebut mengalami collapse (keruntuhan),” papar Purwanto.

Mark V Erdmann, Penasehat Senior Program Kelautan Indonesia TNC, dalam acara Simposium Nasional Perlindungan Hiu di Jakarta, Selasa (19/3/2013), mengungkapkan, saat ini hiu menghadapi ancaman besar akibat perburuan siripnya. Padahal, populasi hiu sudah cukup rentan akibat pola reproduksinya yang lambat.

Erdmann menguraikan, seekor hiu karang membutuhkan waktu 7-15 tahun untuk menjadi dewasa secara seksual. Setelah dewasa, hiu hanya mampu bertelur atau melahirkan (bergantung pada jenis hiu), sebanyak 1 – 10 anak dengan frekuensi reproduksi satu kali setiap 2 – 3 tahun.

Ancaman ini harus segera dihentikan. Bila dibiarkan, populasi hiu dikhawatirkan akan mengalami kepunahan.

Erdmann mengatakan, berdasarkan hasil penelitian, seekor hiu hidup yang dijadikan sebagai objek pariwisata bernilai ekonomi jauh lebih tinggi dibandingkan hiu yang harus mati akibat diambil siripnya.

“Seekor hiu yang dibiarkan hidup untuk menjadi objek wisata bahari bisa memberikan sumbangan devisa sebesar Rp 300 juta sampai dengan Rp 1,8 miliar per tahun atau setara dengan Rp18 miliar selama ikan itu hidup," papar Erdmann.

"Sedangkan untuk hiu yang dijadikan komoditas ikan tangkap, 1 ekor hiu hanya dibanderol Rp 1,3 juta per ekor, sangat jauh di bawah nilai ekonomis bila hiu itu dibiarkan hidup,” tambahnya.

Erdmann mengungkapkan, Indonesia bisa memilih untuk menjadikan hiu sebagai komoditas hidup untuk menunjang pariwisata atau membunuhnya untuk mendapatkan siripnya. Namun, ia mengatakan "Menurut saya, tidak ada istilah perikanan berkelanjutan dalam konteks pemanfaatan ikan hiu. Perburuan ikan hiu pada akhirnya nanti akan tetap menyebabkan kepunahan spesies tersebut."

Lewat peraturan daerah, Pemerintah Raja Ampat kini telah menetapkan perlindungan pada spesies hiu. Mereka akan bekerja bersama pemerintah adat untuk menjaga fauna itu. Bagi pemda Raja Ampat, melindungi hiu berarti menjaga keindahan Raja Ampat dan potensi wisatanya. Memperluas dukungan pada konservasi hiu berarti ikut menjaga ekonomi pariwisata dan peluang masyarakat daerah untuk bangkit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com