Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesenian Ludruk di Bumi Majapahit Nyaris Hilang

Kompas.com - 18/03/2013, 23:38 WIB

Oleh Musyawir

"Dulu, banyak kelompok ludruk di Bumi Majapahit (Mojokerto, Jawa Timur), jumlahnya belasan, tapi sekarang di wilayah Kota Mojokerto hanya tinggal tiga kelompok," ucap ketua kelompok ludruk Baru Budi, Isbandi Wibowo.

Ya, kesenian ludruk Mojokerto kini nyaris hilang, karena terpinggirkan dalam dunia hiburan modern di televisi, sehingga tinggal tiga kelompok yang tersisa, yakni Baru Budi di Empunala, Putra Madya di Bancang dan Sekar Budaya di Balong Cangkring.

"Hilangnya ludruk juga disebabkan karena perhatian pemerintah yang sangat kurang dalam upaya melestarikan kesenian asli Surabaya itu," tutur pria paruh baya yang akrab disapa Cak Bowo itu, 7 Maret.

Melengkapi penjelasan Cak Bowo, ketua kelompok ludruk Putra Madya, Ibnu Sulkan mengatakan nasib ludruk Mojokerto sangat memprihatinkan.

"Ada dua kendala yang harus dihadapi oleh seniman ludruk," ujar pensiunan Satpol PP itu sambil menunjukkan foto-foto pentasnya.

Kendala internal yaitu tuntutan ekonomi yang tidak bisa dipenuhi dari penghasilan ludruk, sehingga banyak seniman ludruk terpaksa berhenti dan memilih pekerjaan lain.

Sementara kendala eksternal yaitu bahasa ludruk yang tidak dimengerti anak muda, sehingga tidak ada generasi yang berminat meneruskan.

Apalagi, penampilan pemain ludruk yang dianggap kuno dan tidak menarik dan rendahnya SDM seniman yang tidak membuatnya mampu mengelola organisasi dengan baik.

"Kendala eksternal yang juga fatal adalah tidak adanya perhatian pemerintah. Selama pemerintahan dipegang oleh orang yang tidak memiliki ’basic’ seni, maka akan sangat sulit mengembangkan kesenian di suatu daerah," ungkapnya.

Untuk jumlah pementasan, kedua seniman ludruk tersebut kompak mengatakan rata-rata mendapat satu kali panggilan pentas per bulan dengan patokan harga antara Rp9 juta hingga Rp15 juta, tergantung dari jaraknya.

"Honor itu dibagi dengan semua anggota menurut peran masing-masing. Dengan penghasilan sekecil itu, kami harus mencari usaha lain untuk memenuhi kebutuhan hidup," timpalnya.

Usaha lain itu antara lain kelompok ludruk mereka bekerja sama dengan rumah produksi di Surabaya untuk memasarkan ludruk mereka dalam bentuk CD. "Untuk dua keping CD berdurasi 60 menit, kami mendapat bayaran Rp15 juta," papar Cak Bowo.

Lain halnya dengan Sulkan. Ia mencari tambahan penghasilan dengan menjadi "Master of Ceremony" (MC) di pesta-pesta pernikahan adat Jawa dengan honor Rp1 juta per acara.

Cak Bowo maupun Sulkan mengaku tidak ingin berhenti menekuni profesi sebagai seniman ludruk, karena rasa cinta dan bangga terhadap budaya Jawa Timur itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com