Jakarta, Kompas -
Ahli hiu dari Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Fahmi, Jumat (22/2), di Jakarta, menyebutkan, ketiga jenis hiu itu adalah
Fahmi yang pernah menjadi penilai CITES mengatakan, penelitian di Indonesia hanya pada
Alasan penolakan masuk daftar Apendiks II CITES, ”Di Indonesia yang dibutuhkan regulasi penangkapan seperti pembatasan ukuran dan ditangkap utuh, pengaturan musim tangkap, dan lainnya. Tak bisa dilarang total, kecuali di daerah konservasi, karena terkait hasil sampingan masyarakat,” kata Fahmi.
Ketua Alternatif Rombongan Delegasi RI untuk COP 16 CITES Novianto Bambang Wawandono mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan hasil riset/kajian ilmiah terkait tiga spesies hiu martil dan manta.
Dari sisi regulasi nasional, hiu dan pari manta tak terlindungi. Selama ini, perlindungan hiu sebatas imbauan. ”Eksploitasi hiu sangat tinggi. Indonesia ranking teratas dalam ekspor,” kata Zainal Arifin, Kepala P2O LIPI.
Data Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, penjualan sirip hiu 2011 mencapai 315 ton yang sebagian besar di antaranya dipasok ke China.
Mengutip penelitian di Australia, turunnya populasi hiu menyebabkan merosotnya jumlah lobster. Lobster adalah mangsa gurita—mangsa favorit hiu.
Zainal mendukung Pemkab Raja Ampat yang menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 2012 (bukan No 5 seperti diberitakan) yang melindungi hiu dan pari manta di perairannya.