Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2013, Konflik Lingkungan Diprediksi Tetap Tinggi

Kompas.com - 16/01/2013, 17:28 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Melihat kasus lingkungan yang terjadi selama tahun 2012 dan penanganannya, konflik lingkungan di tahun 2013 diperkirakan masih akan tetap tinggi, bahkan mungkin meningkat dari sebelumnya.

Abetnego Tarigan Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers "Environmental Outlook Walhi 2013" yang digelar di Jakarta, Rabu (16/1/2013).

"Konflik masih akan tetap tinggi karena model pembangunan yang masih berbasis pada sumber daya alam serta masih adanya praktek mengakali izin yang terkonsolidasi dalam skala besar," kata Abetnego.

Tahun 2012, kasus lingkungan didominasi oleh permasalahan hutan. Ada pelepasan hutan hingga 12 juta hektar di 22 provinsi yang menjadi target ekspansi sawit. Yang menarik, jumlah kawasan hutan yang dilepaskan 22 gubernur sama dengan jumlah hutan yang beralih fungsi, 12.357.071 hektar.

Walhi menyatakan, untuk tujuan pemberian izin pengelolaan hutan, pelepasan pinjam dan pakai, hingga Juni 2012 pemerintah telah mengalokasikan peruntukan hutan untuk pengusaha hungga 50,4 juta hektar atau 38,4 persen dari luas hutan di Indonesia.

Wilayah yang paling banyak mengalami kerusakan adalah Jawa, disusul Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Ada kecenderungan aktivitas perusakan lingkungan semakin bergerak ke wilayah terpencil yang belum teradvokasi.

Sementara, kalangan yang paling besar kontribusinya dalam perusakan lingkungan adalah korporasi. Tindakan kekerasan sebagai respon atas konflik masih ada, misalnya 188 warga ditahan, 102 mengalami kekerasan dan 12 orang meninggal akibat konflik.

Potensi konflik lingkungan tinggi sebab banyaknya bisnis baru terkait eksploitasi sumber daya alam. "Pantai barat Sumatera itu sekarang banyak bisnis baru pertambangan pasir besi. Ini hingga pantai selatan jawa," kata Abetnego.

Dukungan untuk penyelesaian kasus lingkungan masih lemah. Misalnya, hakim yang memiliki kapasitas di bidang pengadilan lingkungan masih minim. Sertifikasi hakim lingkungan belum cukup menyelesaikan masalah.

Walhi menyatakan, diperlukan pengadilan khusus tindak pidana lingkungan. "Adanya pengadilan tindak pidana lingkungan diharapkan bisa menjadi trigger untuk memperbarui kebijakan lingkungan kita," papar Abetnego.

Abetnego menambahkan, masyarakat memiliki hak dalam pengambilan keputusan terkait sumber daya alam dan konflik lingkungan. Namun, sejauh ini mekanisme masyarakat berperan maupun mengadukan kasus masih belum efektif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com