Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Super Flu" Itik

Kompas.com - 15/01/2013, 16:25 WIB

Oleh TRI SATYA PUTRI NAIPOSPOS

KOMPAS.com - Virus flu burung H5N1 varian 2.3.2 ternyata sangat ganas untuk itik. Sebelas provinsi dilaporkan sudah tertular dalam waktu enam bulan sejak kasus kematian massal itik di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, September 2012.

Chairul Nidom, ahli biomolekuler dari Universitas Airlangga, mengatakan bahwa penyebaran virus jenis baru untuk Indonesia ini tidak terprediksi dan bergerak sangat cepat (Kompas, 28 Desember 2012).

Pertanyaan yang menggelitik kita sekarang, apakah wabah kali ini hanyalah episode lanjutan dari krisis flu burung sebelumnya? Dengan demikian, pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian—berbekal pengalaman sembilan tahun dalam mengurusi flu burung—seharusnya bisa lebih tanggap dan sigap. Ataukah ini episode baru dengan virus baru yang mengharuskan kita belajar kembali soal penanganan flu burung dari pusat sampai daerah?

Prinsip ekologi penyakit menular mengajarkan kepada kita bahwa populasi, masyarakat, dan lingkungan fisik dan biologi di sekitarnya merupakan ekuilibrium dinamis. Keberadaan virus varian baru tidak terlepas dari munculnya tekanan signifikan terhadap ekuilibrium tersebut sehingga mampu mengubah hubungan keempatnya. Tekanan bisa dalam berbagai bentuk lalu lintas virus (viral traffic), perpindahan lintas spesies, pembauran tata ruang, evolusi patogen, perubahan iklim, serta perdagangan dan transportasi.

Tekanan terhadap ekuilibrium memunculkan asumsi bahwa varian 2.3.2 (lebih tepatnya 2.3.2.1) yang ditemukan di Indonesia bisa jadi karena penataan ulang gen virus baik intra maupun inter varian atau diintroduksi dari luar Indonesia lewat impor unggas hidup (legal maupun ilegal) atau migrasi burung liar. Suatu asumsi yang harus didalami lebih jauh secara ilmiah lewat pendekatan epidemiologi molekuler. Data Virus flu burung H5N1 varian 2.3.2 ternyata sangat ganas untuk itik. Sebelas provinsi dilaporkan sudah tertular dalam waktu enam bulan sejak kasus kematian massal itik di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, September 2012. menunjukkan bahwa evolusi varian baru ini di Asia cenderung semakin sulit diprediksi dan penyebarannya lebih adaptif pada populasi burung migran.

Varian 2.3.2.1

Sistem klasifikasi untuk menggambarkan evolusi dan diversifikasidari virus-virus flu burung H5N1 dibuat tahun 2008 berdasarkan turunan virus tipe A yang muncul pertama kali di Provinsi Guangdong, China, pada 1996. Sistem ini mengklasifikasi semua virus H5N1 secara genetik menjadi 10 varian urutan pertama (0-9).

Dalam perjalanannya sejak 2008, hampir semua varian urutan pertama (0,3,4,5,6,8,dan 9) mulai hilang dari peredaran, begitu juga sebagian urutan kedua dan ketiga dari varian 2.

Sementara itu, varian 1, 2.1.3, 2.2, 2.2.1, 2.3.2, 2.3.4, dan 7 terus berevolusi secara cepat. Khusus varian 2.3.2 tersebar luas di Asia, terutama di China, Hongkong, Korea, Vietnam, Laos, Banglades, Nepal,Mongolia, dan Rusia. Sisanya bersirkulasi di lokasi geografis spesifik, seperti varian 1 di Vietnam dan Kamboja; 2.1.3 di Indonesia; 2.2 di India dan Banglades; 2.2.1 di Mesir; 2.3.4 di China, Hongkong,Vietnam, Thailand, dan Laos; dan 7 di China dan Vietnam.

Belakangan varian urutan keempat 2.3.2.1 diprediksi bisa menjadi ”super flu” karena cenderung lebih menyerang itik daripada ayam. Selain itu, varian ini punya kemampuan mengelak dari pertahanan kekebalan yang selama ini telah dipersiapkan melalui sejumlah kandidat vaksin. Di Vietnam, varian 2.3.2.1 ini menjadi lebih dominan dari 2.3.4 yang banyak ditemukan sebelumnya. Kemunculan diperkirakan akibat tekanan vaksinasi massal unggas.

Keluarnya virus dari tubuh itik lewat kotoran dan mulut selalu dalam jumlah besar. Virus kemudian mudah hidup dan bertahan dalam air atau di kolam lebih dari 3 minggu. Halini berpotensi menginfeksi itik lain ataupun unggas lain dan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, kita tidak boleh menunggu sampai kemudian timbul ancaman terhadap manusia.

Penting

Munculnya varian baru dengan manifestasi klinis dan epidemiologis yang bisa dikatakan tidak mirip dengan kejadian wabah flu burung 2003-2004 harus dianggap penting. Meskipun Indonesia sudah dinyatakan endemik flu burung, pernyataan wabah semestinya dikeluarkan sejak diketahui adanya varian baru dan perubahan peran itik bukan lagi sekadar ”pembawa penyakit" (carrier).

Kementerian teknis di bawah koordinasi Komisi Nasional Pengendalian Zoonosis memang sudah berbicara dengan Kementerian Keuangan untuk dukungan anggaran yang dibutuhkan guna mengatasi penyebaran virus dan kematian itik, termasuk dana kompensasidan penyiapan vaksin. Namun, seperti dikatakan Menteri Pertanian, dana akan disediakan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada tahun 2013.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com