Jakarta, Kompas -
”Pemerintah di sejumlah negara punya alternatif penghasilan selain melaut bagi nelayan ketika memasuki cuaca buruk,” kata Kepala Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Zainal Arifin, Senin (14/1), di Jakarta.
Abalon adalah jenis kerang-kerangan yang banyak dikonsumsi masyarakat kelas menengah ke atas. Abalon dan teripang bernilai ekonomis tinggi, tetapi belum bisa dibudidayakan.
”Masih diteliti di Mataram, Nusa Tenggara Barat, bekerja sama dengan ahli-ahli dari Jerman,” kata Zainal.
Eksploitasi abalon dan teripang berlebihan di alam mengancam kelestariannya. Pembudidayaan abalon nantinya untuk lokasi pantai berbatu, sementara teripang di pantai berpasir.
Kerja sama dengan Jerman belum sepenuhnya berhasil. Baru tahap membesarkan teripang hingga usia sebulan dengan panjang 2,5 sentimeter. Usia panen teripang 6-12 bulan. ”Penelitian lain pada beberapa jenis kepiting di Probolinggo,” kata Zainal.
Keberlangsungan kepiting bergantung pada mangrove. Persoalannya, mangrove kian rusak.
Adaptasi dan mitigasi cuaca ekstrem mutlak bagi nelayan dan petani. Cuaca ekstrem, seperti saat ini, di antaranya berdampak buruk bagi kawasan pesisir dan pertanian. Gelombang tinggi di laut, hujan ekstrem di darat.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), beberapa pekan terakhir, memperingatkan, cuaca buruk mengancam pelayaran dan nelayan. Bahkan, sejumlah warga di kepulauan terisolasi sehingga kesulitan mendapatkan bahan pokok.