Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Akan Kehilangan Banyak Taksonom Tahun 2015

Kompas.com - 19/11/2012, 09:25 WIB
M Zaid Wahyudi

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kurangnya ahli taksonomi dan terbatasnya dana penelitian menyebabkan baru 10-20 persen hewan tanpa tulang belakang, ikan perairan darat, serangga, reptil, amfibi, dan moluska Indonesia terdata. Padahal, mereka terancam punah akibat perusakan lingkungan dan perubahan iklim.

Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Rosichon Ubaidillah dihubungi dari Jakarta, Minggu (18/11/2012), mengatakan, jenis fauna yang banyak terdata adalah mamalia (90 persen), yakni 707 jenis, dan burung 80-90 persen (1.602 jenis).

Jumlah amfibi dan reptil yang terdata 1.112 jenis, ikan air tawar 2.184 jenis, ikan laut 3.288 jenis, dan serangga 151.847 jenis. Namun, yang terdata sebagian besar berasal dari Jawa dan Sumatera. Fauna dari Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua terdata sangat sedikit karena keterbatasan sumber daya manusia dan biaya ekspedisi.

Ahli taksonomi dan biosistematika yang menjadi tulang punggung studi keanekaragaman hayati Indonesia hanya 20 orang, sebagian besar ada di LIPI. Mereka mendata banyak kelompok binatang, seperti serangga, reptil, amfibi, moluska, udang-udangan, ikan, burung, copepoda (plankton), dan invertebrata.

Sebagian besar taksonom LIPI itu akan pensiun dalam lima tahun mendatang dan belum ada penggantinya. ”LIPI akan kehilangan banyak peneliti senior pada 2015,” tambah Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI Siti Nuramaliati Prijono.

Menurut Nuramaliati, mencetak ahli baru tidak mudah. Jenis binatang yang ada sangat beragam. Mereka tersebar di 17.504 pulau. ”Untuk mendidik perlu 10-15 tahun,” katanya.

Kurangnya tenaga ahli dan dana itu membuat LIPI harus bekerja sama dengan institusi dan ahli luar negeri. ”Bukan berarti kami tak mampu. Kami terkendala dana dan tenaga,” kata Rosichon yang ahli serangga.

Kepunahan

Sedikitnya jumlah fauna yang terdata terjadi di tengah ancaman kepunahan. Banyak binatang yang belum sempat diteliti dan didata keburu hilang akibat pemanasan global, kerusakan lahan, dan penebangan hutan.

Rosichon mencontohkan, saat ini 92 persen jenis ikan Sungai Ciliwung dan 67 persen ikan Sungai Cisadane hilang dibandingkan dengan data yang dikumpulkan pada 1910. Ditemukan sejumlah ikan dari luar Indonesia yang bersifat invasif hingga membunuh ikan-ikan lokal.

Nuramaliati mengingatkan, banyak manfaat dari fauna yang terancam punah itu belum diteliti. Padahal, sejumlah negara gencar meneliti potensi ekonomi hewan dan tumbuhan tertentu, baik sebagai sumber energi maupun obat masa mendatang.

Hilangnya fauna tertentu juga mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com