ROMA, KOMPAS.com — Tulang manusia raksasa ditemukan di Fidenae. Tulang yang ditemukan sejatinya adalah milik seseorang yang mengalami gigantisme, kelainan pertumbuhan yang muncul karena gangguan fungsi kelenjar pituitari.
Simona Minozzi, ahli paleopatologi yang memimpin penelitian ini, mengatakan, temuan ini langka. Kejadian gigantisme hanya 3 per 1 miliar orang. Tulang yang ditemukan adalah yang terlengkap dan tertua yang menunjukkan pada kejadian gigantisme.
Tulang ini ditemukan dalam ekskavasi pada tahun 1991. Tanda kelainan pada tulang sebenarnya sudah diduga ketika melihat nisan tempat tulang dikubur yang lebih panjang. Setelah penemuan, tulang dikirimkan ke laboratorium Minozzi.
Observasi mengungkap, manusia yang ditemukan tulangnya ini adalah pria bertinggi 202 cm. Di abad ke-3 di Roma, tinggi rata-rata pria adalah 167 cm, jadi manusia itu tergolong raksasa. Saat ini, tinggi manusia tertinggi di dunia adalah 251 cm.
Bukti gigantisme di antaranya didapatkan dari analisis tulang tengkorak. Minozzi menemukan, ada kerusakan pada tulang tengkorak yang konsisten dengan tumor pituitari. Hal itu menyebabkan fungsi kelenjar pituitari terganggu, berujung pada pertumbuhan tak terkontrol.
Bukti lain dari gigantisme, seperti diuraikan dalam Journal of Cliniucal Endocrinology and Metabolism, 2 Oktober 2012 lalu, adalah tulang alat gerak yang tidak proporsional. Minozzi dan timnya menemukan, tulang tersebut bahkan terus tumbuh hingga lewat masa pertumbuhan.
Manusia dengan gigantisme itu diperkirakan mati pada umur 16-20 tahun. Kematian diduga terkait gigantisme, berpadu dengan penyakit kardiovaskuler dan gangguan pernapasan. Bagaimana hal itu bisa terjadi, ilmuwan belum mengetahuinya.
Menanggapi temuan tersebut, Charlotte Roberts dari Durham University di Inggris mengatakan, dia yakin tulang tersebut memang milik manusia dengan gigantisme. Namun, ia menyarankan untuk menggali fakta lain, misalnya, bagaimana peran manusia tersebut dalam masyarakatnya dahulu.
Lebih lanjut, seperti diberitakan National Geographic, Jumat (9/11/2012), kemampuan menggali informasi tentang penyakit dari tulang manusia di masa lalu akan memicu kemajuan sains di masa depan.
"Kita telah mampu mengobservasi tulang dari situs arkeologis yang berusia ribuan tahun. Kini Anda bisa mulai untuk melihat tren bagaimana penyakit berubah frekuensinya dari masa ke masa," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.