Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Digagas, Pusat Studi Bakteri Tukak Lambung

Kompas.com - 10/10/2012, 17:45 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menggelar pertemuan bersama dengan perwakilan Kementerian Riset dan Teknologi, ahli gastrointestinal dan Barry J Marshall, penerima Nobel Kedokteran tahun 2005. Pertemuan itu menjajaki kemungkinan pembentukan Marshall Center.

Marshall Center saat ini berdiri di University of Western Australia, tempat Barry meneliti dan mengajar, sejak tahun 2007. Marshall Center selanjutnya diupayakan berdiri sebagai bagian dari Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Pendirian Marshall Center di Indonesia terkait dengan penelitian bakteri Helicobacter pylori, penyebab penyakit tukak lambung. Peran bakteri tersebut sebagai penyebab tukak lambung dibuktikan dalam riset Barry J Marshall yang kemudian mendapatkan Nobel.

"Saat ini, yang kita tanyakan adalah apakah ada sumber dana yang bisa kita pakai supaya programnya bisa berjalan," kata Herawati yang ditemui seusai kuliah umum Marshall di Eijkman pada Rabu (10/10/2012) hari ini.

Herawati menekankan bahwa pendirian pusat studi secara fisik di Eijkman sudah harus disertai dengan kegiatan penelitian yang dilakukan. Dengan demikian, kegiatan penelitian yang terkait dengan wilayah studi pusat penelitian tersebut akan dilakukan terlebih dahulu.

"Sementara ini, yang kita lakukan adalah pilot kecil saja, yang penting bisa jalan. Marshall Center punya funding yang bisa dipakai klinisi kita untuk mengambil teknologi dari sana. Ristek, ada juga dana yang bisa digunakan," papar Herawati.

Mengisi kekosongan data

Marshall dalam kuliah umumnya hari ini menguraikan bahwa bakteri Helicobacter pylori adalah penyebab utama tukak lambung. Sebelumnya, dunia kedokteran menganggap bahwa penyakit tukak lambung disebabkan stres yang memicu produksi asam lambung berlebihan.

Helicobacter pylori menyebar ke dunia bersama migrasi manusia keluar dari Afrika. Penyebaran bakteri itu dari manusia satu ke manusia lain menyerupai penyebaran gen yang dibawa lewat DNA mitokondria, yakni lewat ibu.

"Penularannya bisa lewat saliva (ludah). Ibu kadang makan dan kemudian ada makanan yang diberikan kepada bayinya. Dari situ Helicobacter pylori bisa ditularkan," ungkap Marshall yang saat ini berusia 51 tahun.

Marshall mengungkapkan bahwa Helicobacter pylori menyebar dari Afrika hingga sampai daratan Asia dan kemudian sampai di Australia. Ia mengungkapkan, diperkirakan bakteri ini sampai di Australia 32.000 tahun yang lalu.

Publikasi Sebastien Breurec dari Institut Pasteur di jurnal PLoS ONE pada 19 Juli 2012 mengungkapkan, penyebaran Helicobacter pylori di Asia Tenggara terjadi dalam 3 proses, dari Indiia ke Thailand, Kamboja dan Malaysia, migrasi nenek moyang orang Thai dari Cina Selatan, serta nenek moyang Austro-Asiatic ke Vietnam.

Herawati mengungkapkan, data penyebaran Helicobacter pylori belum lengkap. Dalam peta saat ini, Helicobacter pylori langsung menyebar dari daratan Asia ke Australia. Sementara itu, data dari wilayah Indonesia yang seharusnya dilewati belum ada.

"Jadi panahnya langsung dari daratan Asia ke Indonesia, padahal tidak sesimpel itu. Wilayah Indonesia seharusnya dilewati. Kalau kita bisa meneliti, maka kita akan mengisi kekosongan data dan memberikan sumbangan yang penting bagi pengetahuan," paparnya.

Herawati mengatakan, adanya penelitian Indonesia juga dapat memetakan masalah tukak lambung di Indonesia dan mengetahui variasi Heliobacter yang ada. Dalam pengobatan penyakit yang disebabkan virus, respons satu individu dengan individu lain dapat berbeda. Hal yang sama juga bisa terjadi pada tukak lambung. Penelitian mengupayakan pengobatan yang efektif.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com