Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Subsidi Energi Menghambat

Kompas.com - 28/09/2012, 05:35 WIB

jakarta , kompas - Indonesia bakal menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor 10 di dunia pada tahun 2025. Namun, ramalan ekonomi ini bisa gagal karena subsidi energi menggerus Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Tahun 2013 saja, porsi subsidi energi sudah 24,1 persen dari anggaran.

”Garuda sudah merentangkan sayapnya, tetapi tidak cukup hanya terbang. Kini saatnya garuda belajar melanglang buana,” kata Sekretaris Jenderal Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) Angel Gurria dalam pidato kunci pada Seminar Meningkatkan Kerja Sama OECD dan Indonesia, di Jakarta, Kamis (27/9).

Gurria berpendapat, profil ekonomi makro Indonesia saat ini fantastis di tengah tren pelambatan ekonomi global. Ini merujuk pada capaian selama semester I-2012, antara lain pertumbuhan ekonomi sebesar 6,3 persen, rasio utang terhadap produk domestik bruto di bawah 24 persen, dan inflasi sebesar 4,58 persen.

Atas tren positif tersebut dan indikator positif lain seperti demografi, Indonesia diramalkan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke-10 di dunia. Namun, Gurria mengingatkan, Indonesia memiliki sejumlah persoalan besar yang harus diselesaikan secepatnya. Persoalan itu terutama adalah besarnya subsidi energi.

OECD memperkirakan subsidi energi tahun ini sebesar 19 persen dari total belanja pemerintah pusat. Tahun depan, porsinya naik menjadi 24,1 persen. ”Pikirkan magnitude-nya, subsidi energi menguasai seperempat belanja pemerintah pusat,” kata Gurria.

Artinya, Gurria melanjutkan, pemerintah akan menekan anggaran belanja lain untuk subsidi. Sementara subsidi energi tidak sepenuhnya tepat sasaran. Pertanyaannya kemudian, bagaimana pemerintah akan berinvestasi pada hal-hal produktif yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, ramalan Indonesia sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke-10 tahun 2025 terwujud.

Dalam keterangan pers, Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo mengatakan, Indonesia masih sangat bergantung pada penerimaan dari komoditas minyak. Dampaknya, fluktuasi harga minyak dunia berimplikasi langsung pada anggaran pemerintah.

”Untuk tahun 2013, kita sudah mendapatkan persetujuan untuk menaikkan tarif listrik 15 persen. Sementara subsidi bahan bakar minyak adalah sesuatu yang masih bisa kita lihat di tahun 2013,” kata Agus.

Hal yang bisa diyakinkan untuk tahun 2013, menurut Agus, adalah pemerintah berusaha menjaga ruang fiskal agar alokasi program produktif dan dibutuhkan rakyat cukup. Defisit tidak melewati 1,7 persen. Rasio utang terhadap produk domestik bruto di bawah 25 persen.

Di sisi lain, Agus melanjutkan, pemerintah berusaha melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak. Ini guna mengimbangi subsidi energi yang besar.

Penerimaan pajak tahun depan ditargetkan Rp 1.178,9 triliun dengan rasio pajak sebesar 12,7 persen, naik dari 11,9 persen pada tahun 2011. Meskipun meningkat, rasio ini terhitung rendah dibandingkan dengan standar internasional, masih di bawah Malaysia, Thailand, dan Filipina.

(LAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau