Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mendesak, Modernisasi Pemantauan Gunung Api

Kompas.com - 06/09/2012, 13:56 WIB
Ahmad Arif

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sistem pemantauan gunung api di Indonesia sangat minim dan sebagian uzur. Seluruh sistem pemantauan gunung api di Indonesia akan dimodernisasi dan direncanakan selesai tahun 2014.

”Kami dibantu USGS (United States Geological Survey) memodernisasi teknologi pemantauan gunung api di Indonesia. Masih ada alat dari 1980-an,” kata Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Surono di Jakarta, Rabu (5/9/2012). Indonesia ialah negara dengan gunung api terbanyak di dunia.

Menurut Surono, bantuan itu mengutamakan transfer teknologi sehingga ke depan lebih mandiri. ”Saya tak mau hanya diberi alat. Saya minta diajari membuat alat dan membangun sistem memantau gunung api di Indonesia,” katanya.

Indonesia ketinggalan dalam pemantauan gunung api. Surono mencontohkan, Gunung Merapi di Yogyakarta yang hanya punya 4 stasiun seismik dan 1 electronic distance measurement. Empat stasiun seismik itu tak bekerja saat Merapi meletus.

Ini berbeda dengan gunung api St Hellen di Amerika Serikat yang dipantau lebih dari 100 stasiun seismik. ”Padahal, Merapi gunung api di dunia yang paling dipadati penduduk,” katanya.

Dampak global

Direktur Program Bantuan Pencegahan Bencana Gunung Api USGS John Pallister mengatakan, AS berkepentingan membantu pemantauan gunung api di negara lain. Sebab, letusan gunung api bisa berdampak global.

”Kami juga belajar di Indonesia, Filipina, dan negara lain untuk diterapkan mitigasi bencana di AS,” ujarnya.

Indonesia dan AS bekerja sama bertahun-tahun. Pada letusan Merapi 2010, USGS memberi informasi dan masukan langsung kepada PVMBG.

Surono mengatakan, saat krisis Merapi, ia bertanya kepada Pallister karena USGS mampu melihat langsung pertumbuhan kubah lava di puncak Merapi dengan satelitnya. ”Dia (Pallister) lalu memberi informasi bahwa pertumbuhan kubah lava Merapi sangat luar biasa, mencapai 3,5 juta meter kubik,” kata Surono.

Informasi itu salah satu masukan penting memundurkan zona bahaya hingga 20 km. ”Satu jam kemudian, Merapi meletus hebat,” tuturnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com