Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/08/2012, 15:58 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sirkus keliling lumba-lumba yang digelar PT Wersut Seguni Indonesia sama sekali tidak mendidik generasi muda. Sirkus tersebut dinilai lebih menonjolkan aspek hiburan daripada pendidikan masyarakat, terlebih lagi konservasi lumba-lumba.

"Sirkus lumba-lumba hanya sebatas infotainmnet, bukan pendidikan yang positif bagi masyarakat. Kekejaman lumba-lumba di sirkus tersebut tidak hanya pada proses pertunjukan, namun juga dalam proses penanganan lumba-lumba di luar jam pertunjukan. Hal tersebut tidak dapat dibenarkan," kata Ketua Jakarta Animal and Network (JAAN) Pramudya Harzani dalam konferensi pers "Stop Sirkus Lumba-Lumba Keliling di Lamongan, Surakarta, dan Garut", Kamis (16/8/2012) di Jakarta.

Pramudya mengatakan, lumba-lumba di sirkus tersebut didapatkan dari hasil tangkapan nelayan di sekitar laut Jawa yang dihargai hanya Rp 2-3 juta per ekor. Praktik industri hiburan berupa sirkus yang memanfaatkan binatang tersebut telah dihentikan di seluruh dunia, kecuali Indonesia. Di Indonesia sendiri, sirkus itu dapat dihentikan dengan menekan pemerintah maupun perusahaan yang mensponsori sirkus tersebut.

Sirkus tersebut, kata Pramudya, harus segera dihentikan karena pasar dari mereka adalah anak-anak. Hal tersebut tidak bagus untuk pendidikan anak usia sekolah lantaran dapat mengakibatkan anak-anak menjadi terbiasa menyiksa dan semena-mena dengan binatang yang seharusnya harus dilindungi.

"Bayangkan, sirkus itu hanya punya dua lumba-lumba. Per hari ada 5 pertunjukan, kecuali Sabtu-Minggu ada 7 kali pertunjukan. Lumba-lumba tersebut sengaja dibiarkan tersiksa. Tidak heran di antara lumba-lumba itu ada yang mati dan semua ini menurut pengelola sirkus sudah sesuai dengan pendidikan dan pelestarian? Pembohongan publik ini namanya," ujarnya.

Coki, personel grup musik Netral, menyatakan hal serupa. Menurutnya, lumba-lumba tersebut dibiarkan kurus. Hal tersebut diakuinya tidak baik untuk pendidikan anak-anak sekolah yang menyaksikan sirkus. Ia berpendapat bahwa masyarakat harus menyadari bahwa penyiksaan binatang tidak dapat menjadi budaya Indonesia.

Melalui petisi online yang disampaikannya di situs web Change.org, Coki mendesak Lottemart dan Ramayana sebagai sponsor sirkus tersebut untuk mengikuti jejak sponsor lain yang akhirnya hengkang dalam mendukung keberadaan sirkus lumba-lumba. Sponsor yang menarik dukungan sirkus akibat petisi Coki itu di antaranya adalah Garuda, Hero, Giant, Coca-Cola, dan Carrefour. Garuda bahkan telah berkomitmen untuk berhenti mengangkut lumba-lumba dengan pesawatnya. Adapun usaha retail seperti Hero, Giant, dan Carrefour kompak menyetop menyediakan tempat parkirnya untuk sirkus lumba-lumba ini.

"Lottemart dan Ramayana tetap bersikeras mendukung sirkus lumba-lumba yang ujungnya hanya menyiksa mamalia ini. Dukungan petisi Coki sudah mencapai 80.000 dukungan yang intinya mendesak sirkus tersebut untuk dihentikan. Dari 80.000 petisi, setiap petisinya berupa satu email yang dikirimkan ke sponsor. Sampai sekarang sudah ada beberapa perusahaan yang mencabut sponsornya," kata Coki.

Jika pembaca mendukung langkah Coki dan pemerhati binatang untuk menyelamatkan lumba-lumba dari penyiksaan pihak sirkus, maka pembaca dapat mengklik petisi Coki di http://www.change.org/id/petisi/tell-lottemart-and-ramayana-to-stop-supporting-travelling-dolphin-circuses.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com