Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Biodiversitas Indonesia, Bak Gula Dikerubuti Semut

Kompas.com - 25/04/2012, 18:21 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati. Biodiversitas Indonesia dikatakan sebagai yang tertinggi kedua setelah Brasil. Jika biota laut diikutsertakan, Indonesia diklaim sebagai negara yang paling kaya keanekaragaman hayati.

Kepala Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Nuramaliati Prijono mengatakan, biodiversitas Indonesia menjadi komoditas yang seksi bagi dunia internasional, baik menyangkut taraf riset taksonomi hingga pemanfaatannya. Oleh karena itu, wajar bila banyak orang tertarik akan kekayaan hayati Nusantara. "Biodiversitas Indonesia ini seperti gula. Semut-semut  datang untuk mengambil gula itu," kata Lili, sapaannya.

Lili mengungkapkan, banyak ilmuwan asing yang datang ke Indonesia dan ingin meneliti keanekaragaman hayati Indonesia. Salah satu yang menjadi fokus adalah kegiatan bioprospecting atau kegiatan melihat potensi suatu biota sehingga dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang.

Sayangnya, ketika biodiversitas Indonesia menjadi komoditas penting di mata dunia, perlindungan terhadap keanekaragaman hayati masih lemah. Banyak biota Indonesia diambil tanpa sepengetahuan pihak terkait.

Salah satu praktik yang sering berlangsung adalah banyaknya peneliti asing yang bekerja sama dengan universitas lokal dan meminta pengambilan sampel di daerah tertentu serta menawarkan beragam iming-iming, seperti kesempatan belajar ke luar negeri. "Kita kadang tidak sadar kalau gula kita dibawa oleh mereka. Makanya, kita sebagai bangsa Indonesia banyak kehilangan," kata Lili, dalam seminar diseminasi hasil kerja sama LIPI pada Rabu (25/4/2012).

Menanggapi hal tersebut, Kepala LIPI Lukman Hakim mengatakan bahwa daerah-daerah dan universitas perlu jeli dalam menjalin kerja sama dengan peneliti asing dan memperkuat perlindungan keanekaragaman hayati. "Universitas dan bupati, ini perlu kita bangkitkan kesadarannya," kata Lukman.

Lukman mengatakan perlunya perhatian pada nota kesepahaman (MOU) dan material transfer agreement (MTA). Kerja sama yang disusun harus memperhatikan masalah pembagian keuntungan kedua belah pihak. Dalam pelaksanaan kerja sama dengan pihak asing, Lukman mengatakan bahwa peneliti Indonesia perlu berhati-hati.

"Saya mengimbau para peneliti untuk selalu memperhatikan pentingnya bersikap prudent atau kehati-hatian dan sikap transparan di dalam setiap langkahnya," ujar Lukman.

Lukman juga meminta pemerintah untuk peduli kepada biodiversitas Indonesia dan upaya pengungkapan keanekaragamannya. Saat ini, dana penelitian LIPI dipotong 10 persen. Pemotongan dana berimbas pada turunnya budget penelitian dasar, seperti taksonomi sebesar 80 persen. Eksplorasi keanekaragaman hayati sulit dilakukan dengan dana minim.

Selain itu, dana minim juga memperlemah posisi Indonesia. Indonesia harus bergantung pada pihak asing untuk pengungkapan kekayaan alam hayati di Bumi Pertiwi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com