Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LIPI "Kecolongan"

Kompas.com - 04/04/2012, 08:56 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) "kecolongan". Publikasi hasil kerja sama riset dengan peneliti asing di jurnal internasional tidak mencantumkan nama peneliti LIPI.

Publikasi hasil riset yang dimaksud adalah penemuan spesies sekaligus genus tawon baru Megalara garuda. Hasil penemuan dimuat di jurnal Zookeys, Jumat (23/3/2012).

Tawon baru tersebut dikoleksi lewat ekspedisi Mekongga di Sulawesi Tenggara beberapa waktu lalu. Tawon baru itu dijuluki raja tawon karena memiliki rahang besar yang melebihi panjang kaki depannya.

Adapun nama peneliti serangga LIPI yang harusnya dimasukkan adalah Rosichon Ubaidillah. Ia dikenal sebagai peneliti serangga dengan spesialisasi serangga parasitoid.

Publikasi ilmiah di jurnal internasional hanya mencantumkan nama Lynn S Kimsey dari University of California, Davis, Amerika Serikat, dan Michael Ohl dari Museum fur Naturkunde, Jerman.

Rosichon yang dihubungi Kompas.com, Selasa (3/4/2012), mengatakan, "Ini kita betul-betul kecolongan. Saya dan kita dari LIPI betul-betul kecewa dan marah juga."

Pencantuman nama peneliti LIPI dalam kolaborasi sebenarnya adalah bagian dari memorandum of understanding (MOU) yang telah disusun bahwa kolaborasi yang dimaksud adalah penelitian dan publikasi.

"Dalam etika kolaborasi penelitian, hal seperti ini semestinya tidak boleh diabaikan oleh Kimsey. Tampaknya Kimsey mengabaikan hal ini," imbuh Rosichon.

Rosichon menceritakan, sejak awal koleksi, dirinya sudah mengetahui bahwa tawon yang dimaksud merupakan spesies baru. Spesimen dibawa pulang dari ekspedisi untuk dipelajari lebih lanjut.

Namun, Kimsey meminta spesimen tersebut karena ingin mempelajarinya. Ia kemudian membawa spesimen ke universitasnya. LIPI memberi izin karena penelitian didasarkan atas asas kepercayaan.

Dalam sebuah kesempatan seminar, Rosichon datang menemui Kimsey di universitasnya. Ia menawarkan bantuan dalam identifikasi spesies sekaligus keterlibatan dalam prosesnya.

"Tapi Kimsey mengatakan tidak perlu. Saya pikir memang kita berlandaskan kepercayaan, jadi ya saya izinkan. Tapi malah justru kita kecolongan," terang Rosichon.

Menurut Rosgichon, kecolongan publikasi khusus spesies ini sudah yang kedua kalinya. Pertama, saat tawon garuda ini dipublikasikan di media massa di Eropa dan Amerika. Kedua, saat publikasi resmi di jurnal ilmiah.

Rosichon menuturkan, "Ini pertama kali saya kecolongan. Sebelumnya, saya juga pernah bekerja sama dengan peneliti internasional, tapi tidak seperti ini."

Kecolongan ini punya dua kerugian. Peneliti Indonesia kehilangan kesempatan untuk menunjukkan peran di mata internasional. Rosichon juga merugi karena sebenarnya dirinyalah yang memberi nama "garuda".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com