Kiamat Bisa Terjadi Jika Kutub Terbalik

Kompas.com - 16/02/2012, 12:14 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

LONDON, KOMPAS.com — Kiamat atau kepunahan massal kehidupan di Bumi bisa terjadi dalam banyak cara, bergantung pada sudut pandangnya. Salah satu pandangan yang berkembang, kiamat bisa terjadi jika kutub terbalik, kutub selatan menjadi utara dan kutub utara menjadi selatan.

Skenario kiamat akibat kutub terbalik ialah bahwa jika kutub berbalik, benua akan bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain, memicu gempa besar, perubahan iklim secara mendadak, dan kepunahan spesies di Bumi.

Kutub bisa terbalik jika susunan atom besi yang ada di lapisan dalam Bumi pun berubah, seperti magnet-magnet kecil yang berubah arah. Jika susunan atom-atom besi ini berubah, maka secara umum medan magnet Bumi pun akan mengalami perubahan.

Terbaliknya kutub, menurut ilmuwan, memang nyata. Sejarah pernah mencatat bahwa kutub terakhir terbalik pada masa 780.000 tahun yang lalu, atau pada Zaman Batu. Dan yang mengagetkan, Bumi saat ini sedang ada dalam proses pembalikan kutub.

Jean-Pierre Valet, peneliti yang melakukan riset tentang putaran geomagnetik, mengatakan, "Perubahan paling dramatis jika kutub terbalik adalah adanya penurunan besar total intensitas medan magnet Bumi."

Monika Karte Niemegk Geomagnetic Observatory di GFZ Postdam, Jerman, menguraikan, proses terbaliknya kutub bisa terjadi dalam waktu 1.000-10.000 tahun. Proses itu tak tiba-tiba, dan didahului proses melemahnya medan magnet Bumi.

John Tarduno dari University of Rochester menuturkan bahwa medan magnet Bumi sangat berpengaruh pada perlindungan terhadap badai Matahari. "Beberapa partikel terkait lontaran massa korona akan diblok dari Bumi. Jika medan magnet lemah, perlindungan kurang efisien," katanya.

Tarduno melanjutkan, partikel Matahari yang masuk ke atmosfer tanpa perlindungan medan magnet bisa membentuk lubang ozon lewat reaksi kimia. Lubang tak akan permanen, tapi bisa bertahan selama 10 tahun dan akan meningkatkan risiko kanker kulit.

Valet, seperti dikutip Life Little Mysteries, Rabu (15/2/2012), menyetujui dampak tersebut. Tahun lalu, dalam paper ilmiahnya, ia menguraikan bahwa kepunahan Neanderthals terjadi pada periode yang sama ketika medan magnet Bumi melemah.

Dampak lain, medan magnet Bumi melemah bisa merusak teknologi yang ada jika badai Matahari menghantam. Medan magnet yang melemah sendiri akan mengganggu banyak spesies yang mengandalkan geomagnetik untuk navigasi, seperti lebah, salmon, paus, dan penyu.

Beberapa hal yang terjadi akibat terbaliknya kutub mungkin meyakinkan beberapa kalangan bahwa kiamat bisa terjadi. Namun, tak sedikit juga ilmuwan yang meragukannya. Skenario kiamat akibat terbaliknya kutub dianggap sepenuhnya fantasi.

Contohnya adalah teori yang menyebut terbaliknya kutub bisa mengakibatkan bencana luar biasa akibat benua bergeser dan gempa. Alan Thompson dari British Geological Society, mengatakan, "Tak ada bencana akibat benua bergeser. Geolog bisa melihat dari fosil dan bukti lain."

Korte sendiri kurang meyakini kiamat bisa muncul akibat terbaliknya kutub. "Bahkan jika medan magnet Bumi melemah, kita yang ada di permukaan akan dilindungi oleh atmosfer. Sama halnya kita tak melihat dan merasakan medan magnet, kita juga takkan merasakan perubahannya."

Apakah Anda memercayainya? Yang jelas, menurut Thompson, perubahan susunan atom besi memang sedang terjadi di bagian bawah Brazilia dan Atlantik Selatan. Medan magnet berkurang sejak 160 tahun terakhir, memicu spekulasi adanya pembalikan kutub.  

Namun, Thompson juga mengatakan bahwa pembalikan kutub pun bisa saja batal. Bumi adalah sistem yang terlalu kompleks untuk diketahui masa depannya. Di samping itu, waktu perubahan yang masih ribuan tahun bisa memberi kesempatan bagi manusia untuk beradaptasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Terpopuler

    komentar di artikel lainnya
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
    atau