Padang, Kompas
Ketua Pusat Studi Pesisir dan Kelautan Universitas Bung Hatta Padang, Eni Kamal, Jumat (6/1), mengatakan, kini hanya tersisa sekitar 33.000 hektar kawasan ekosistem mangrove di pesisir barat Sumatera. Sebagian di Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
Luasan itu tidak seimbang karena sekitar 1.200 kilometer panjang garis pesisir barat Sumatera, mulai dari Lampung hingga Aceh, bergantung pada ekosistem mangrove. Jadi, dengan kerusakan itu, hasil tangkapan nelayan turun hingga 60 persen dalam 20 tahun terakhir.
Eni menambahkan, pada era 1990-an, nelayan di kawasan Nagari Mandiangin, Kabupaten Pasaman Barat, bisa menangkap hingga 6 ton kepiting bakau per bulan. Sekarang hanya sekitar 600 kilogram per bulan.
Turunnya hasil tangkapan juga dikeluhkan nelayan di kawasan Pantai Padang, dan Pantai Bungus, Kota Padang. Namun, tidak ada nelayan yang menyadari penyebab hilangnya ekosistem mangrove dalam 20 tahun terakhir.
Menurut Eni, hilangnya ekosistem mangrove berdampak pada kehidupan biota laut dalam kawasan hingga empat mil dari garis pantai. Fakta menunjukkan, bahwa lebih dari 70 persen kehidupan di laut diawali dari ekosistem mangrove.
Sementara dari Ambon, Maluku, dilaporkan, Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon telah mencapai kapasitas maksimal. Kehadiran dua perusahaan ikan perlu diimbangi dengan perluasan PPN Ambon dan optimalisasi pelabuhan perikanan lainnya di Maluku.
Kepala PPN Ambon Frits Lesnussa mengatakan, berarti sekarang terdapat delapan perusahaan yang memiliki fasilitas unit pengolahan dan
Akibatnya, PPN yang berdiri di atas lahan seluas 3 hektar tersebut telah mencapai kapasitas maksimal. ”Tertutup kehadiran perusahaan perikanan yang ingin investasi di PPN Ambon jika tidak ada perluasan areal,” tuturnya.