OLEH SAMUEL OKTORA & KHAERUL ANWAR
Fakta itu membangkitkan semangat Maria Loretha, petani di Desa Pajinian, Kecamatan Adonara Barat, Pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), untuk membudidayakan dan mengembangkan tanaman biji-bijian (serelia) ini.
Kondisi itu melecut Maria mewujudkan mimpinya mendirikan ”bank benih” pangan lokal. Maka, kebunnya seluas 6 hektar dijadikan areal pengembangan beragam jenis tanaman seperti sorgum, jambu mete, kelapa, padi, jagung, dan jewawut.
Sorgum dan berbagai jenis tanaman lokal lain itu dipilih untuk dibudidayakan karena relatif sudah dikenal warga. Kondisi tanah NTT pun cocok untuk sorgum yang tahan hidup di lahan kering, tahan serangan hama dan penyakit, serta produktivitasnya yang tinggi.
Dengan motivasi dan kondisi empiris itu, kini Maria memiliki koleksi sejumlah sorgum lokal seperti sorgum merah, sorgum hitam, sorgum coklat, sorgum biji putih menjuntai, sorgum putih kelopak putih, dan sorgum putih kelopak merah yang berasal dari Kalimantan.
”Sorgum coklat kecil ini, misalnya, diyakini masyarakat adat di Ende punya kemampuan magis sebagai penolak bala,” katanya.
Maria juga memiliki benih jelai merah, jelai putih, empat jenis jewawut (dari 13 jenis jewawut lokal Flores), dan padi hitam yang seratnya mengandung zat antioksidan tinggi. Dia masih memburu sorgum biji merah menjuntai yang terdapat di Pulau Solor, Kabupaten Flores Timur.
Koleksi benih itu, terutama sorgum, dia buru di berbagai pelosok Pulau Flores. Benih itu dia beli atau didapatkannya secara barter. Benih sorgum dibudidayakan di kebunnya, lalu dia berikan kepada para petani.
Upaya Maria mengembangkan sorgum cepat tersebar ke ranah Flores. Dia diminta melakukan pendampingan dan sosialisasi guna menggalakkan budidaya sorgum pada sejumlah kelompok tani di Kabupaten Ende, bagian tengah Pulau Flores, sisi timur Flores, hingga Kabupaten Manggarai Barat.