Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tsunami Krakatau yang Mematikan

Kompas.com - 12/12/2011, 21:32 WIB

KOMPAS.com - Letusan Krakatau menelan korban jiwa lebih dari 36.000 orang dan menghancurkan pesisir Lampung dan barat Jawa. Kengerian itu terutama ditimbulkan oleh tsunami yang terjadi menyusul letusan ini.

Begitu hebatnya tsunami saat itu hingga mengubah lanskap pesisir barat Jawa, seperti Anyer dan Carita. Jejak tsunami ini bisa dilihat dari sebaran bongkahan terumbu karang di pesisir Banten dengan diameter 0,5 meter-5 meter. Terumbu karang itu terbongkar dari laut dan terangkat oleh tsunami. Salah satu batu karang terbesar yang ditemukan memiliki berat 600 ton yang hingga kini terdapat di halaman hotel di dekat mercusuar Anyer.

Tinggi tsunami di pesisir barat Jawa seperti di Merak, menurut kesaksian, mencapai lebih dari 25 meter, di Teluk Betung gelombang mencapai 15 meter, bahkan di beberapa tempat mencapai 35 meter.

Terjadinya tsunami saat letusan Krakatau 1883 menimbulkan perdebatan. Para ahli geologi, oseanografi, dan paleotsunami menyusun sejumlah skenario penyebab tsunami, antara lain ledakan di bawah laut, runtuhnya kubah dalam skala besar di bagian utara Krakatau, dan luncuran piroklastik (awan panas).

Namun, lewat berbagai penelitian dan simulasi tsunami di laboratorium, semakin diyakini bahwa luncuran piroklastik atau awan panaslah yang membangkitkan tsunami. "Letusan saja tidak cukup untuk membangkitkan tsunami dahsyat seperti yang terjadi saat letusan Krakatau tahun 1883. Teori lain, yakni jatuhnya kubah gunung dapat menimbulkan tsunami, tetapi syaratnya keruntuhan yang membentuk kaldera itu harus mendadak atau tiba-tiba," ujar geolog yang meneliti paleotsunami, Gegar Prasetya. Letusan Krakatau membentuk kaldera berdiameter 7 kilometer di kedalaman 270 meter. Permasalahannya, tidak ada yang tahu apakah jatuhnya kubah itu secara perlahan atau tiba-tiba.

Gegar juga pernah membuat percobaan serupa di laboratorium untuk menguji keempat teori itu untuk keperluan disertasinya tentang tsunami tahun 1998 di Laboratorium BPPT, Yogyakarta. Gegar membuat model tsunami gunung berapi untuk membuktikan teori letusan gunung, runtuhnya formasi kaldera, dan luncuran awan panas berdasarkan peristiwa letusan Krakatau pada 1883. Model fisik digunakan sebagai prototipe letusan Gunung Krakatau dan tsunami dalam simulasi itu.

"Dari simulasi diketahui, tsunami disebabkan oleh luncuran awan panas," ujar Gegar. Sebuah letusan besar atau dahsyat tidak dapat memproduksi ombak seperti yang terjadi pada letusan Krakatau tahun 1883. Percobaan serupa pernah dilakukan peneliti lain di Jerman dan menunjukkan hasil yang sama.

Kesimpulan itu juga didukung dengan survei dan pengujian terhadap sampel inti yang diambil dari dasar laut di kawasan Krakatau oleh geolog Haraldur Sigurdsson dari Universitas Rhode Island, Amerika Serikat. Haraldur yang melakukan penyelaman sekitar tahun 1990-an itu menemukan material awan panas di dasar laut yang melingkar dan hampir simetris di sekitar Krakatau.

Gegar meyakini, setelah letusan Krakatau, luncuran awan panas yang seperti buldoser dan kecepatannya dapat mencapai ratusan kilometer per jam itu membangkitkan tsunami tinggi. Tsunami itulah yang menelan pesisir dan menewaskan penduduk di sekitar.

Tidak hanya menimbulkan tsunami, luncuran awan panas membakar permukiman dan penduduk di bagian tenggara Lampung. Johanna Beyerinck, istri dari petugas kontroler Belanda, Willem Beyerinck, menuliskan kesaksiannya. Pasangan itu dan tiga anak mereka tinggal di desa pesisir Katimbang di Lampung, sekitar 40 kilometer sebelah utara Krakatau.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com