Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Maju Jangan Ulur Waktu

Kompas.com - 07/12/2011, 21:54 WIB
Yunanto Wiji Utomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pertemuan Tingkat Tinggi Pertemuan Para Pihak ke-17/ Pertemuan Para Pihak tentang Protokol Kyoto ke-7 (COP-17/CMP-7) Kerangka Kerja Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Durban, Afrika Selatan telah berlangsung selama 10 hari, namun belum banyak hasil yang membanggakan.

Negara maju dan negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi justru mengusulkan untuk menunda kesepakatan penurunan emisi gas rumah kaca sampai tahun 2020.

Sementara itu, perbincangan tentang periode kedua Protokol Kyoto juga belum juga menemukan titik temu. Sementara negara berkembang mendukung berlanjutnya Protokol Kyoto, Jepang, Rusia dan Kanada justru menyatakan diri keluar dari protokol tersebut.

Amerika Serikat dan negara-negara annex 1 memberikan usulan baru di luar Protokol Kyoto untuk menganggulangi perubahan iklim. Namun usulan baru tersebut belum memiliki konseo yang jelas dan mengikat sehingga belum bisa menjadi jaminan kesusksesan penanggulangan dampak perubahan iklim.

Kabar buruk lain, Amerika menarik komitmennya untuk memobilisasi dana sebesar 100 miliar dollar untuk negara berkembang. Sementara belum ada kejelasan, dana Green Climate Fund akan tidak berguna dan justru berpotensi diintervensi pasar.

WALHI menyusun rekomendasi. Salah satunya, negara maju diharapkan untuk tidak mengulur waktu dan terus menebar janji mengusulkan perjanjian baru sementara belum memiliki konsep dan mekanisme yang jelas.

"Cukup penuhi janji Protokol Kyoto, itu sudah cukup," jelas Berry Furqan Nahdian, direktur Eksekutif WALHI, Rabu (7/12/2011) di jakarta.

Sementara itu, WALHI juga merekomendasikan agar negosiasi tetap pada dua track, Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention (AWG LCA) dan Ad Hoc Working Group on Further Commitments for Annex I Parties under the Kyoto Protocol (AWG KP). Protokol Kyoto adalah prioritas dalam perundingan yang berlangsung.

Dana Green Climate Fund juga harus dialokasikan untuk kepentingan negara berkembang.

"Jangan sampai dana bersumber dari hutang dan diperuntukkan untuk membiayai ekspansi industri kotor di negara berkembang dengan kedok model pembangunan bersih," jelas Berry.

Berry mengungkapkan, tanpa keseriusan menangani masalah perubahan iklim, Bumi akan terancam. Indonesia berpeluang kehilangan 7000 pulau karena naiknya permukaan air laut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com