Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemagaran Bukan Solusi

Kompas.com - 03/12/2011, 03:31 WIB

Pandeglang, Kompas - Mahasiswa pencinta alam se-Banten menilai rencana pemagaran Taman Nasional Ujung Kulon dengan alasan konservasi badak jawa bukanlah solusi. Rencana itu tidak didasarkan atas kajian yang lengkap dan menyeluruh.

”Kami sedang menyiapkan draf kajian alternatif,” kata Miftah Darrusalam dari Pusat Koordinasi Daerah Mahasiswa Pencinta Alam (Mapala) Tingkat Perguruan Tinggi Se-Banten di Ujung Kulon, Pandeglang, Jawa Barat, Jumat (2/12). Draf ini diharapkan menjadi penyeimbang rencana pemagaran yang mengatasnamakan penyelamatan badak jawa itu.

Menurut Miftah, draf kajian itu dibuat bekerja sama dengan Yayasan Silvagama dan Sajogyo Institute serta menjajaki beberapa institusi pendidikan dan penelitian. ”Kami sudah memberi tahu Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Kementerian Kehutanan) atas rencana kami memberi argumen ilmiah,” ucapnya.

Kajian tersebut ditargetkan selesai akhir Februari 2012 dan berisi hasil penelitian aspek sosial, ekologis, dan hukum atas rencana pemagaran itu. Pemagaran berlistrik dilakukan di sisi barat (2 kilometer) dan timur (28 kilometer) Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK).

Terburu-buru

Kementerian Kehutanan dan Yayasan Badak Indonesia menjelaskan, pemagaran bertujuan menyelamatkan populasi badak jawa (Rhinoceros sondaicus) yang jumlahnya ditaksir sekitar 50 ekor. Di ”kandang” itu, badak dipelajari dan disiapkan dipindahkan ke habitat kedua yang hingga kini masih dicari.

Program ini bernama Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA atau Jarhisca). Pemagaran itu dinilai terburu-buru. Ada penolakan, baik dari sisi ekologis maupun hukum.

Dari sisi ekologis, pemagaran mengubah bentang alam dan menghambat migrasi satwa. Dari sisi hukum, pemagaran yang didahului pembukaan areal konservasi lebih dari 6,2 kilometer itu merusak dan melanggar.

Rencana itu untuk sementara dihentikan. Pihak Kemhut dan Yayasan Badak Indonesia menyiapkan kajian ilmiah baru.

Miftah, yang juga anggota Mahasiswa Pencinta Alam Universitas Agung Tirtayasa, Serang, mengatakan, Sajogyo Institute dilibatkan karena lama meneliti dan punya rekam jejak kajian sosial masyarakat sekitar TNUK. Yayasan Silvagama mengkaji dari sisi penegakan hukum.

Grahat Nagara, Koordinator Program Yayasan Silvagama, mengaku telah dihubungi Mapala Banten demi draf alternatif itu. ”Kajian akan mengedepankan prinsip independensi serta mendesain pelibatan sebanyak mungkin pakar lokal, nasional, dan internasional,” ucapnya.

Ia berharap Kemhut tidak memulai pemagaran hingga kajian dan rekomendasi alternatif itu selesai dilakukan. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Video Pilihan Video Lainnya >

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau