Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kanada Mengabaikan Protokol Kyoto

Kompas.com - 30/11/2011, 03:37 WIB

Durban, Selasa - Ketika pertemuan di Durban, Afrika Selatan, dipandang sebagai kunci kelanjutan Protokol Kyoto, Kanada secara terbuka menyatakan protokol tersebut ”masa lalu”.

Hari ini di Durban sedang berlangsung Pertemuan Para Pihak ke-17 (COP-17)/Pertemuan Para Pihak untuk Protokol Kyoto ke-7 (CMP-7) Kerangka Kerja Konvensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC).

Sebelumnya, berbagai kelompok negara menyatakan posisi mereka, mengindikasikan semakin sulitnya mendapat komitmen bersama dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dengan melanjutkan Protokol Kyoto ke tahap kedua. Periode pertama protokol berakhir tahun 2012.

Menteri Lingkungan Kanada Peter Kent, Senin (28/11), mengatakan, meratifikasi Protokol Kyoto merupakan blunder. Laporan CTV News di Kanada menyatakan, Perdana Menteri Kanada Stephen Harper memutuskan keluar dari Protokol Kyoto. Keputusan itu akan diumumkan setelah tanggal 23 Desember 2011.

Kent mengatakan, Protokol Kyoto menjadi tidak penting ketika tiga negara pengemisi terbesar, yakni Amerika Serikat, China, dan India, tak meratifikasinya.

Protokol Kyoto diadopsi pertama kali tahun 1997 di Kyoto, Jepang, mewajibkan 37 negara maju mengurangi emisi GRK hingga rata-rata 5 persen dibandingkan level emisi tahun 1990.

Kanada memiliki cadangan minyak ketiga terbesar di dunia— lebih dari 170 miliar barrel dan produksi harian 1,5 juta barrel— sebagai sumber emisi GRK. Dua negara minyak terbesar yaitu Arab Saudi dan Venezuela.

Graham Saul dari organisasi lingkungan Climate Action Network Kanada mengatakan, kehadiran Kanada di Durban merupakan sabotase.

Tuan rumah 2013

Saat dibuka Senin, Sekretaris Eksekutif UNFCCC Christina Figueres menekankan, keputusan yang ditunggu dari Durban yaitu peresmian Komite Adaptasi, operasionalisasi Komite Eksekutif Teknologi tahun 2012, menyepakati Green Climate Fund, dan kejelasan komitmen pembiayaan dana cepat.

Sementara itu, Uni Eropa menyatakan pentingnya membahas kesenjangan ambisi pengurangan emisi, sistem penghitungan emisi internasional, dan membicarakan mekanisme transisi menuju tahap kedua Protokol Kyoto hingga 2015.

Papua Niugini sebagai wakil koalisi negara-negara pemilik hutan tropis mendukung komitmen periode kedua dan berharap REDD+ dimasukkan sebagai mekanisme sukarela di bawah UNFCCC, serta aspek pengukuran, keterlaporan, dan terverifikasi (MRV) REDD+ harus segera diputuskan.

Hingga kemarin, Selasa (29/11) malam, belum didapat nama kota tuan rumah COP-18/CMP-7 UNFCCC 2012. (AFP/ECO/ISW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com