Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geliat Krakatau yang Terkepung

Kompas.com - 22/11/2011, 07:02 WIB

Oleh Bestian Nainggolan

KOMPAS.com — Diskursus dampak letusan Gunung Krakatau sebagaimana yang terjadi tahun 1883, perlahan tenggelam dalam terjangan arus pemaknaan Krakatau sebagai kawasan ekonomi strategis yang menggiurkan. Dalam situasi semacam ini, mitigasi bencana rawan tergelincir dalam jebakan ekonomi.

Gunung Anak Krakatau belakangan ini menggeliat. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi mencatat ribuan aktivitas kegempaan setiap hari. Statusnya pun ditingkatkan dari Waspada menjadi Siaga.

Namun, aktivitas Krakatau dianggap belum terlalu mengkhawatirkan. Aktivitas Krakatau kali ini hanya disikapi dengan imbauan agar masyarakat tetap tenang, serta tidak memercayai isu tsunami. Masyarakat pun dilarang mendekati kawah dalam radius 2 kilometer.

Bagi sekitar 2.531 penduduk Desa Tejang, Pulau Sebesi, kawasan terdekat Krakatau, geliat Krakatau menjadi keseharian. "Kalau sekadar hujan abu, batuk-batuk, itu sudah biasa," kata Syaifuddin, Kepala Desa Tejang.

Menggiurkan

Tampaknya, Krakatau yang "menakutkan" hanya cerita lampau. Sebagian penduduk Kalianda, Lampung Selatan, misalnya, tidak lagi menyimpan banyak jejak keganasan Krakatau. Terjangan tsunami pada tahun 1883, seolah tidak lagi menjadi ancaman yang menakutkan. Warga kini justru menangkap laut sebagai "peluang" peningkatan ekonomi.

"Pantai kami sangat tenang, malah lebih mirip danau," ungkap Harji, pekerja sebuah resor di Kalianda. Ia optimistis masa depan pantai Kalianda, berikut daya tarik Krakatau, menjadi tujuan wisata favorit.

Optimisme Harji juga menyelimuti warga lainnya. Apalagi pemerintah juga menebarkan nuansa optimisme dengan akan dibangunnya Jembatan Selat Sunda (JSS) yang menghubungkan Jawa-Sumatera. Jembatan sepanjang 29 kilometer tersebut, menurut rencana, akan mulai dibangun tahun 2014, dan biayanya sekitar Rp 150 triliun.

Edi Novian, kepala Subdirektorat Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Kabupaten Lampung Selatan, mengungkapkan, dalam rencana tata ruang wilayah (RTRW) 2011-2031 kabupatennya, mengakomodasikan berbagai peluang dengan dibangunnya JSS.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Video Pilihan Video Lainnya >

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com