JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 28 November-9 Desember 2011 di Durban, Afrika Selatan, akan berlangsung Konferensi Para Pihak tentang Perubahan Iklim - COP 17 UNFCCC.
Ini pertemuan penting tahunan dimana Indonesias seharusnya memainkan peran penting, sebagai Negara kepulauan yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Namun pada saat yang sama, Indonesia juga dituduh menjadi pengemisi karbon terbesar dunia. Lebih disayangkan pula, peran Indonesia selama ini pada negosiasi-negosiasi iklim terus melemah sejak conference of party (konferensi para pihak/COP) 13 di Bali pada 2007.
Bukannya memimpin negara-negara selatan untuk menagih dengan tegas komitmen negara industri (annex 1) menurunkan emisi dan bertangung jawab membantu negara selatan melakukan adaptasi, Indonesia justru terperangkap menjadikan isu perubahan iklim menjadi pintu mendapatkan dana utang dan proyek-proyek iklim yang bakal mengancam keselamatan warga negara.
Saat ini utang proyek iklim mencapai 400 juta dollar AS, sementara utang programnya mencapai 1,9 miliar dollar AS.
Luluk Uliyah, dari Knowledge Officer SatuDunia, Sabtu (19/11/11) di Jakarta, memaparkan Forum Masyarakat Sipil Indonesia untuk Keadilan Iklim (CSF) dan Institute Hijau Indonesia mengkhawatirkan Pertemuan COP 17 akan menjadi pintu masuk utang baru dan proyek-proyek yang mengancam keselamatan warga.
Hal ini akan dibicarakan dalam Dengar Pendapat Masyarakat Sipil dengan Komisi XI DPR RI pada besok Senin, 21 November 2011 di ruang Sidang Komisi XI Gedung Senayan DPR RI Dari Masyarakat Sipil akan hadir Slamet Daroyni (Institut Hijau Indonesia) dan Siti Maemunah (Forum Masyarakat Sipil Indonesia untuk Keadilan Iklim/CSF).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.