BANYUMAS, KOMPAS.com — Bendung Gerak Serayu, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menjadi salah satu tempat persinggahan (roosting) bagi sejumlah burung migran, kata Koordinator Biodiversity Society Banyumas Timur Sumardiyanto.
"Burung-burung tersebut berasal dari sekitar Siberia, China, dan Jepang. Mereka terbang menempuh ribuan kilometer melalui Semenanjung Malaya, melewati Sumatera, kemudian melintasi Jawa, dan berakhir di kepulauan Nusa Tenggara," kata Timur, di sela-sela pemantauan burung migran di Bendung Gerak Serayu, Banyumas, Minggu (13/11/2011).
Menurut dia, migrasi terjadi lantaran belahan bumi bagian utara sedang memasuki musim dingin sehingga burung-burung tersebut berupaya mencari daerah yang bersuhu hangat di belahan selatan, termasuk Indonesia yang termasuk daerah tropis. Ia mengatakan, perpindahan atau migrasi tersebut telah terjadi sejak Oktober silam dan biasanya burung-burung migran ini akan tinggal di daerah bersuhu hangat hingga bulan Maret.
"Migrasi burung tersebut terjadi setiap tahun karena mereka membutuhkan suhu hangat yang biasa ditemukan di daerah tropis," katanya.
Menurut dia, rata-rata dalam satu hari terdapat 800 ekor burung layang layang api (Hirundo rustica) dan layang-layang loreng (Hirundo striolata) yang melintas di atas Bendung Gerak Serayu dan memanfaatkan hutan pinus di sekitar tempat itu untuk beristirahat pada malam hari.
Ia mengatakan, keberadaan Bendung Gerak Serayu ini disenangi burung-burung migran karena di sekitar daerah aliran sungai (DAS) tersebut terdapat makanan dan air yang melimpah. Dalam hal ini, kata dia, burung-burung migran tampak melayang di atas sawah di sekitar Bendung Gerak Serayu untuk menangkap belalang.
Selain itu, lanjutnya, sejumlah burung pemakan daging (raptor), seperti elang alap china (Accipiter soloensis) dan elang alap shikra (Accipiter badius), terlihat di hutan pinus sekitar Bendung Gerak Serayu untuk berburu burung-burung kecil yang ada di tempat tersebut.
"Jumlah burung yang terpantau memang belum banyak karena saat ini masih merupakan awal periode migrasi sehingga perlu dilakukan pengamatan secara kontinyu untuk mengetahui pola migrasi," katanya.
Seorang peneliti keanekaragaman hayati, Wahyudi, mengaku telah memantau migrasi burung di wilayah Banyumas sejak tahun 2000 silam. Menurut dia, pemantauan migrasi burung sangat penting untuk mengetahui perubahan kondisi lingkungan, terutama masalah panas bumi (geotermal).
"Penggundulan hutan akan berdampak pada perubahan geotermal, dan burung bermigrasi dapat menjadi indikator perubahan tersebut," katanya.
Ia mengatakan, pemantauan terhadap burung migran ini tidak hanya dilakukan di Banyumas, tetapi juga daerah lainnya di Indonesia yang menjadi jalur migrasi, antara lain Aceh dan Medan di Sumatera, Bogor dan Yogyakarta di Jawa, serta Ketapang di Kalimantan.
"Masing-masing pengamat tergabung dalam jaringan pengamat burung se-Indonesia, yakni Burung Nusantara. Kami mencoba mengenalkan tentang migrasi burung tersebut kepada masyarakat," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.