Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perburuan Ikan Hiu Makin Marak

Kompas.com - 03/10/2011, 05:09 WIB

Tanjung Pandan, Kompas - Penangkapan ikan hiu oleh nelayan di Belitung, Kepulauan Bangka Belitung, masih marak. Hasil tangkapan sirip hiu itu diekspor, sedangkan daging hiu dijual di pasar ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Tanjung Pandan, Belitung.

Berdasarkan pengamatan Kompas, Sabtu (1/10), ikan hiu yang dipasarkan di antaranya ikan hiu kepala martil, hiu asap, dan hiu macan tutul. Sebagian ikan hiu yang dijual berukuran kecil atau anakan.

Andi, salah seorang pengepul ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Tanjung Pandan, menawarkan daging ikan hiu macan tutul berbobot sekitar 20 kilogram dengan harga Rp 30.000 per ekor. Harga itu di luar sirip ikan hiu.

Penyuluh PPN Tanjung Pandan, Andi Cakra Gunar Putera, mengemukakan, perdagangan hiu melibatkan jaringan pengepul yang memberikan modal operasional kepada nelayan untuk menangkap ikan tersebut. Penangkapan hiu umumnya dilakukan oleh kapal nelayan kecil berbobot mati di bawah 10 ton dengan wilayah tangkapan hingga ke perairan Karimata dan Kalimantan.

Hiu yang ditangkap diambil siripnya oleh pengepul untuk dipasarkan dengan harga tinggi ke Batam serta luar negeri, seperti Jepang dan Singapura. Sepasang sirip kering ikan hiu dijual seharga Rp 300.000, sedangkan di restoran mencapai Rp 300.000 per sirip.

Daging hiu yang kurang memiliki nilai ekonomis dijual ke pasar lokal. Pemanfaatan daging hiu masih sebatas konsumsi dan belum diolah untuk memiliki nilai tambah, seperti minyak ikan, bakso, pindang, dan lem.

Ia mengaku, tidak mudah mengubah pola pikir nelayan untuk menghentikan penangkapan spesies hiu yang semakin langka. ”Pendekatan regulasi sulit diterapkan. Karena itu, butuh pendekatan budaya,” kata Andi.

Petugas Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Belitung, Erik S, mengemukakan, sirip hiu masih banyak dicari nelayan dan diperdagangkan.

”Kami tidak bisa bertindak keras terhadap nelayan. Kalau (bertindak) keras, kapal (nelayan) tak jalan. Kami lebih memberikan pembinaan aturan,” ujarnya.

Larangan ”muroami”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com