Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gunakan Kearifan Lokal untuk Hadapi Perubahan Iklim

Kompas.com - 07/09/2011, 02:18 WIB

Jakarta, Kompas - Ancaman krisis ekologi dan krisis pangan sebagai dampak dari perubahan iklim bisa dihindarkan dengan menghidupkan kembali kearifan lokal yang dianut masyarakat adat. Sayangnya, sekarang ini tinggal sebagian kecil komunitas adat yang masih mempraktikkan kearifan tradisional mereka akibat terdesak kepentingan ekonomi korporasi.

”Kearifan lokal mengajarkan agar manusia menghargai dan mengelola alam dengan baik. Prinsip yang dianut masyarakat secara turun-temurun ini terbukti mampu menjaga alam dari kerusakan sekaligus menopang kehidupan masyarakat secara berkelanjutan,” kata Abdon Nababan, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Selasa (6/11), di Jakarta. Sepuluh tahun terakhir, perubahan kondisi lingkungan sangat berdampak pada perubahan iklim global dan Indonesia, termasuk negara yang rentan mengalami krisis pangan akibat perubahan cuaca ekstrem.

Guna menghadapi perubahan iklim yang semakin nyata, AMAN akan menggelar rapat umum dan konsultasi nasional masyarakat adat di Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan, pertengahan September mendatang. Kegiatan ini diperkirakan akan dihadiri kurang lebih 1.500 utusan dari komunitas-komunitas adat yang tergabung di AMAN.

Abdon mengatakan, masyarakat adat yang hidupnya masih sangat bergantung kepada alam akan lebih dulu mengalami dampak akibat perubahan cuaca ekstrem, terutama mereka yang hidup di wilayah ekosistem yang rentan terhadap perubahan iklim, seperti pulau-pulau kecil, kawasan pesisir, dan hutan tropis.

Perubahan iklim global secara langsung telah memengaruhi iklim mikro, yang selama ini menjadi acuan bagi masyarakat adat untuk merencanakan suatu kegiatan untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Dampak nyata perubahan iklim amat terasa ketika masyarakat adat sedang pada musim tanam atau panen.

Ketidakpastian kalender musim akibat pergeseran waktu telah menyebabkan terjadinya gagal panen di komunitas-komunitas adat. Produktivitas pertanian akan mengalami penurunan apabila terjadi kenaikan suhu rata-rata global 1-2 derajat celsius sehingga meningkatkan risiko bencana kelaparan.

Revitalisasi

Kini AMAN tengah mengupayakan agar hak-hak masyarakat adat untuk ikut mengelola dan melestarikan alam diakui serta dilindungi pemerintah. ”Revitalisasi kearifan lokal mendesak dilakukan,” kata Abdon.

Kearifan lokal ini hancur karena pemerintah lebih mengutamakan kepentingan ekonomi perusahaan besar yang mengeksploitasi alam. Seperti kasus yang terjadi di Maluku Utara.

Munadi, keturunan asli suku Sawai, suku yang ada di wilayah Halmahera, Maluku Utara, mengatakan, masyarakat Halmahera sejak lama memiliki tradisi myofacicile atau mengambil sedikit saja dari alam.

Tradisi suku Sawai itu kini semakin hilang. Apalagi ketika wilayah itu dieksploitasi habis- habisan oleh perusahaan tambang nikel sejak 1996. ”Solidaritas sosial semakin tipis karena masyarakat menjadi individualistis sehingga kearifan lokal tidak mudah lagi ditularkan,” kata Munadi. (IND)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com