Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kerangka Acuan Amdal Sawit Disepakati

Kompas.com - 11/08/2011, 21:39 WIB

PADANG, KOMPAS.com -- Kerangka acuan analisis mengenai dampak lingkungan perkebunan kelapa sawit di Kecamatan Pagai Utara, Sipora Selatan, dan Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat disepakati di tengah banyaknya kontroversi. Hal itu tercapai dalam sidang komisi tim teknis Amdal di Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Sumbar, Kota Padang, Kamis (11/8/2011).

Kontroversi terjadi soal masih tumpang-tindihnya bakal kawasan perkebunan dengan lokasi pencadangan lahan transmigrasi. Selain itu, termasuk belum adanya kepastian soal di mana lahan untuk pembangunan hunian tetap bagi korban bencana tsunami dengan sebagian areal hunian sementara kini berada di kawasan hutan produksi.

Sebelumnya izin lokasi perkebunan kelapa sawit kepada PT Rajawali Anugerah Sakti (RAS) dikeluarkan Bupati Mentawai Edison Saleleubaja pada 30 Juli 2010. Dalam izin lokasi yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Bupati Kepulauan Mentawai Nomor 188.45.205/2010 itu ditetapkan luasan lahan untuk perkebunan kelapa sawit sekitar 14.000 hektar.

Izin itu termasuk areal untuk hutan produksi sebesar 26,8 persen, perkebunan 31,8 hektar, dan permukiman 26,2 hektar, dengan sisanya untuk lahan pertanian dan industri.

Rencana pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di Kepulauan Mentawai sebelumnya telah banyak ditentang elemen mahasiswa dan lembaga nonpemerintah. Alasan lingkungan karena ketersediaan air yang sedikit di wilayah kepulauan ditambah kultur industri perkebunan kelapa sawit yang tidak sesuai dengan sebagian besar masyarakat Mentawai menjadi alasan utamanya.

Maralus Sagari, Kepala Desa Bosua, Kecamatan Sipora Selatan mengatakan pihaknya bahkan tidak mengetahui di mana lokasi perkebunan kelapa sawit yang disebutkan bakal masuk dalam peta desanya. "Katanya, sekitar 700 hektar lahan desa kami ini termasuk dalam rencana, tetapi belum diketahui letak lokasi pencadangan transmigrasi, kebun kelapa sawit, perkebunan masyarakat, dan hunian tetap kami. Kami ini kan juga korban bencana tsunami," tutur Maralus.

Anggota tim teknis Amdal, Yuzirwan Rasyid, menyayangkan belum matangnya kerangka acuan tersebut karena membuat pembahasan seperti menyelesaikan persoalan yang ditinggalkan. Pasalnya, dalam izin lokasi yang diberikan Bupati Kepulauan Mentawai tidak disertakan peta lokasi berikut peruntukannya sesuai dengan tata ruang wilayah.

"Ini kita seperti menerima limpahan pekerjaan dari kabupaten dan pemerintah provinsi. Semestinya tim teknis Amdal tidak membahas kebijakan seperti ini, kita hanya membahas soal kelayakan terkait dampak sosial, fisik, dan teknisnya," kata Yuzirwan yang juga dosen Fakultas Pertanian Universitas Andalas.

Ketua tim teknis Amdal Yantonius mengatakan hal itu seolah menunjukan upaya bupati yang sekadar membuka pintu untuk investor perkebunan kelapa sawit. "Bupati enak saja membuat izin lokasi agar investor masuk, tapi sampai di mana batasan wilayahnya tidak diberi tahu," ujarnya.

Direktur Koalisi untuk Keadilan, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia Qbar Nurul Firmansyah yang juga hadir dalam kesempatan itu mengingatkan soal pentingnya kepastian hak atas tanah bagi warga terkait status ulayat pada lahan. Selain itu juga diperlukan sinkronisasi tata ruang karena sejauh ini belum dilakukan revisi soal tersebut.

Sehari sebelumnya sidang komisi yang sama memastikan menerima kerangka acuan PT Mentawai Golden Plantation an PT Siberut Golden Plantation untuk membuka perkebunan kelapa sawit di Pulau Siberut. Masing-masing luasan lahan untuk kedua perusahaan itu ialah 19.500 hektar dan 20.000 hektar dengan catatan soal pengelolaan dan pemanfaatan tanah ulayat dijabarkan dalam Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL).

"Hal itu harus dilakukan sesuai dengan kesepakatan pemilik ulayah dengan pihak perusahaan. Soal status lahan sebelum jadi RKL itu ada proses negosiasi dengan masyarakat. Jadi Amdal dikunci dengan kesepakatan masyarakat," tutur Yantonius. 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Video Pilihan Video Lainnya >

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com